A. Pengertian
Gramatika Bahasa Jepang
Berdasarkan
perbedaan siswa yang mempelajarinya, gramatika bahasa Jepang dibedakan menjadi Nihongo Bunpou dan Kokugo
Bunpou. Menurut Iwabuchi Tadasu, gramatika sebagai
aturan-aturan mengenai bagaimana menggunakan dan menyusun kata-kata menjadi
sebuah kalimat. Selain itu, aturan –aturan bagaimana menyusun beberapa bunsetsu untuk membuat sebuah kalimat
pun disebut gramatika. Gramatika sering diartikan sebagai aturan-aturan
menyusun bentuk satuan bahasa tertentu. Yang dimaksud bahasa tertentu dapat
berupa bahasa Jepang, bahasa Inggris dan bahasa lainnya. Sedangkan bentuk
satuan bahasa mengacu pada kata, klausa, kalimat wacana,dan sebagainya.
Gramatika bahasa Jepang dapat dibagi menjadi beberapa
bagian,berdasarkan zaman pemakaianKoogo Bunpou( gramataika modern) dan bungo
bunpo(gramatika klasik) Berdasarkan zaman pemakaiannya, gramatika bahasa Jepang
dibedakan menjadi di antaranya gramatika bahasa Jepang klasik zaman Nara dan
gramatika bahasa Jepang klasik zaman Heian.
Di dalam perbedaan para ahli di dalam gramatika zaman
modern, yaitu Otsuki Bunpou, Yamada
Bumpou, Matsushita Bunpou,Tokieda Bunpou, dan Hashimoto Bunpou. Jenis kata
dalam bahasa Jepang dikenal dengan istilah hinshi(品詞), berdasarkan
perkembangannya pengklasifikasian jenis kata bahasa Jepang mengalami beberapa
perubahan. Sehubungan dengan hal tersebut, Yasuo (1985 : 543 – 546 dalam
Sudjianto) mengemukakan bahwa pengklasifikasian jenis kata dalam gramatika
bahasa Jepang berdasarkan para pakarnya diklasifikasikan dalam 5 kelompok
gramatika yaitu :
1. Otsuki
bunpoo (Otsuki Fumihiko, 1847 – 1928)
2. Yamada
Bunpoo (Yamada Yashio, 1873 – 1958)
3. Matsushita
Bunpoo (Matsushita Daisaburo, 1887 - 1935)
4. Takieda
Bunpoo (Takieda Mitoki, 1900 – 1967)
5. Hashimoto
Bunpoo ( Hashimoto Shinkichi, 1982 – 1945)
Pemikiran
dari masing-masing pakar yang disebutkan di atas dalam mengklasifikasi jenis
kata sebenarnya tidak terlalu berbeda, tetapi yang menjadi perbedaannya adalah
jumlah jenis kata yang mereka klasifikasikan ke dalam jenis kata yang lebih
detail.
Di
bawah ini akan saya paparkan masing-masingklasifikasi jenis kata berdasarkan 5
kelompok gramatika adalah sebagai berikut:
1. Otsuki
bunpoo (Otsuki Fumihiko, 1847 – 1928)
Dalam Otsuki
bunpoo, jenis kata yang dikelompokkan tidak diketahui secara jelas
jumlahnya.
2. Yamada
Bunpoo (Yamada Yashio, 1873 – 1958)
Yamada
Yashio mengklasifikasi jenis kata ke dalam 14 jenis meliputi Meishi,
Daimeishi, Sushi, Dooshi, Keiyooshi, Sonzaishi, Keishiki Dooshi, Keishiki
Keiyooshi, Jotai Fukushi, Teido Fukushi, Chinjutsu Fukutsu, Setsuzoku Fukushi,
Kandooshi dan Joshi. Pengklasifikasian dari Yamada Yoshio lebih
menitik beratkan pada fukushi „kata keterangan‟ secara detail.
3. Matsushita
Bunpoo (Matsushita Daisaburo, 1887 - 1935)
Matsushita
mengklasifikasi jenis kata ke dalam 6 jenis, meliputi Meishi, Dooshi,
Rentaishi, Kandooshi, Fukushi dan Fukumeishi.
4. Takieda
Bunpoo (Takieda Mitoki, 1900 – 1967)
Takieda
Mitoki mengklasifikasi jenis kata ke dalam 10 jenis, meliputi Dooshi,
Keiyooshi, Keiyooshi meishi, Fukushi, Rentaishi, Setsuzokushi, Kandooshi,
Jodooshi dan Joshi.
5. Hashimoto
Bunpoo ( Hashimoto Shinkichi, 1982 – 1945)
Hashimoto
Shinkichi mengklasifikasi jenis kata ke dalam 9 jenis, meliputi Dooshi,
Keiyooshi, Meishi (di dalamnya termasuk Daimeishi dan Sushi), Fukushi,
Rentaishi, Setsuzokushi, Kandooshi, Jodooshi dan Joshi. Bungo Bunpou ( gramatika klasik)
Gramatika
penting untuk dipahami. Hal ini akan memudahkan dalam memahami lebih dalam
bahasa Jepang.
B. Tango, Bunsetsu, Bun,
Danraku dan Bunshoo
1.
Tango
Tango atau disebut juga go merupakan satuan terkecil yang
membentuk kalimat ( bun). Dalam kalimat, Watashi
wa mainichi gakkou e ikimasu, terdapat tujuh tango, yaitu watashi, wa, mainichi, gakkou, e, iki, masu. Jadi,
tango dapat diartikan sebagai kata. Tango atau go dapat dibagi menjadi jiritsugo
(morfem bebas) dan fuzokugo (morfem terikat). Jiritsugo
dapat membentuk bunsetsu, sedangkan fuzokugo tidak dapat membentuk bunsetsu.
2.
Bunsetsu
Bunsetsu merupakan satuan
kalimat yang lebih besar dari tango
yang pada akhirnya dapat membentuk sebuah kalimat (bun).
Contoh: sakurano-hanaga-saita
Dari contoh diatas dapat disimpulkan juga bahwa bunsetsu adalah satuan bahasa yang merupakan bagian-bagian kalimat.
Sehingga bunsetsu menjadi dassar
kalimat-kalimat bahasa Jepang.
3.
Bun
Dalam Bahasa
Indonesia bun disebut juga kalimat.
Bentuk kalimat juga sangat bervariasi dan tidak ada aturan-aturannya yang
khusus. Memang subjek dan predikat menjadi bagian yang sangat penting dalam
sebuah kalimat tapi bukan menjadi syarat mutlak. Sebab, ungkapan-ungkapan
seperti, Anata ga? yang tidak memiliki predikat, watashi
desu yang tidak memiliki subjek dan Ame
yang tidak jelas hubungan subjek-predikatnya pun termasuk sebuah kalimat.
Pada
umumnya yang dimaksud dengan kalimat adalah bagian yang memiliki serangkaian
makna yang ada di dalam suatu wacana yang dibatasi dengan tanda titik. Dalam
ragam lisan ditandai dengan penghentian pengucapan.
Iwabuchi Tadasu
mengklasifikasikan kalimat berdasarkan perbedaan sikap penuturnya dan perbedaan
strukturnya.
·
Berdasarkan perbedaan
sikap penuturnya
1) Heijobun:kalimat
berita (Are
wa Tanaka san da)
2) Gimonbun : kalimat
tanya (Anata
ga Tanaka san desu ka)
3) Meireibun
: kalimat perintah (Tanaka san mouichido yominasai)
4) Kandoobun
: kalimat seru (kesan)(Totemo kirei danaa)
·
Berdasarkan perbedaan
strukturnya
1) Tanbun
(kalimat tunggal/kalimat pendek)(Kore wa sakura no ki da)
2) Fukubun
(kalimat bertingkat)(Yuki no furu kisetsu ga yatte kita)
3) Juubun (kalimat
perbandingan (?) (Ani wa daigakusei de, otooto wa chuugakusei desu)
Menurut
Matsuoka Hiroshi, kalimat dikalsifikasikan sebagai berikut:
·
Berdasarkan jumlah
klausa (setsu) yang membentuk.
1) Tanbun,
dibentuk dari satu klausa (setsu).
Contoh: keiko san ga kinou kikoku shita.
2) Fukubun,
dibentuk dari beberapa klausa (setsu).
Contoh: Keiko san ga kinou kikuko sh ita
node, uchi ga nigiyaka ni natta.
·
Berdasarkan kelas kata
yang menjadi predikat kalimat tersebut.
1) Dooshibun,
kalimat yang predikatnya kata kerja.
2) Keiyooshibun,
kalimat yang predikatnya kata sifat.
3) Meishibun,
kalimat yang predikatnya kata benda.
·
Berdasarkan fungsi
ungkapannya.
1) Meireibun>
hayaku koi.
2)
Ishibun> watashi
wa ashita kikoku suru tsumori desu.
3)
Ganmoobun> atatakai
udon ga tabetai.
4) Heijobun> kono
tomato wa shinsen da/ shinsen dewanai.
5) Heijobun>
tanaka san wa konai.
6)
Gimonbun> kyoo wa
nanyoobi desu ka.
7)
Iraibun> Permohonan(hon wo totte
kudasai)
8)
Kan’yuubun(ajakan) Isshouni tabemasenka!
4.
Danraku dan Bunshoo
Danraku merupakan
sekelompok bun yang saling berkaiatan yang mengungkapkan hal yang lebih lengkap
(paragraph). Dapat juga sebagai bagian –bagian terbesar dalam sebuah bunshoo.
Cara membentuk
sebuah danraku :
1) Dengan
konjungsi pada awal kalimat berikutnya. Berdasarkan jenis-jenis konjungsi yang
dipakai, maka akan terbentuk hubungan-hubungan junsetsu(klausa tambahan:atama ga itai desukara doko e
mo ikemasen), gyakusetsu, tenka, setsumei, sentaku, tankan, dan sebagainya.
(tanya)
2) Membentuk hubungan
diantara 2 buah kalimat dengan cara
menunjukkan hal-hal yang ada pada kalimat sebelumnya dengan
menggunakan kata penunjuk tertentu. Seperti,
sore, kono ten (tanya),
zensha, dan sebagainya.
3) Membentuk
hubungan diantara 2 buah kalimat dengan
cara menggunakan kata-kata atau ungkapan-ungkapan yang sama yang ada pada
kalimat sebelumnya.
4) Membentuk hubungan 2 kalimat dengan
mengupayakan cara-cara pemilihan joshi,
jodoshi, hoojoo dooshi
5) Dengan
menyamakan bentuk ungkapan predikat kalimat sebelumnya.
Contoh: yama wa yama no
nioi ga suru. Shinsenna nioi ga suru.
6)
Dengan menggunakan
kata-kata yang menyatakan waktu, tempat, dan sebagainya yang ada pada kalimat
sebelumnya pada kalimat berikutnya secara kontras.
7) Dengan
menggunakan kata-kata yang menyatakan urutan, seperti daiichi wa…, daini…;
mazu…, tsugi…; dan sebagainya.
8) Dengan
hubungan makna kalimat
Apabila
sejumlah danraku memiliki makna yang saling berkaitan disambungkan maka akan
menjadi sebuah bunshoo (wacana). Maka
dapat disimpulkan bunshoo merupakan
kumpulan kalimat yang secara keseluruhan memiliki sebuah kesimpulan. Hayashii
Ookii membedakan bunshoo dan danwa. Jika bunshoo adalah kumpulan kalimat yang ditulis, sedangkan danwa adalah yang diucapkan.
C. Kelas Kata dalam Gramatika Bahasa Jepang
Tango dibagi menjadi dua bagian besar yaitu jiritsugo dan fuzokugo. Meishi, dooshi, i-keiyooshi, na-keiyooshi,
fukushi, rentaishi, setsuzokushi, dan kandooshi
merupakan kelas kata yang dengan sendirinya dapat menjadi bunsetsu, sehingga
kata-kata ini masuk dalam kelompok jiritsugo.
Sedangkan yang termasuk dalam fuzokugo
sebagai kata yang tidak dapat dengan sendirinya membentuk bunsetsu adalah joshi dan
jodooshi.
Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa dalam bahasa Jepang terdapat 10 kelas kata, 8 kelas kata
merupakan jiritsugo, dan 2 lagi
merupakan fuzokugo.
1.
Dooshi
1)
Pengertian dan
ciri-ciri
Dooshi
adalah kata yang menyatakan aktivitas, keberadaaan, dan keadaan. Dooshi dapat mengalami perubahan dan
dengan sendirinya dapat menjadi predikat (Nomura, 1992 : 158). Contoh:
a. Amirusan wa Nihon e iku.
“Amir (akan) pergi ke Jepang.”
Kata iku merupakan dooshi yang menyatakan aktivitas.
b. Tsukue no ue ni rajio
ga aru. “Di atas meja ada radio.”
Kata aru merupakan dooshi yang menyatakan keberadaan.
c. Indoneshia wa shigen ni
tondeiru. “Indonesia kaya akan sumber
alam.”
Kata tondeiru (tomu) merupakan dooshi
yang telah mengalami perubahan dan menyatakan keadaan. (tanya)
Dooshi
merupakan jiritsugo, dapat membentuk
sebuah bunsetsu walau tanpa bantuan
kelas kata lain, bahkan dengan sendirinya memiliki potensi untuk menjadi sebuah
kalimat.
Dooshi
juga dapat menjadi keterangn bagi kelas kata lainnya dalam suatu kalimat, dalam
bentuk kamus selalu diakhiri dengan vokal /u/, dan memiliki bentuk perintah.
2)
Jenis-Jenis Dooshi
Jenis dooshi
memiliki banyak istilah, diantaranya ada yang menunjukkan jenis dooshi sebagai berikut (Shinizu, 2000 : 45):
a. Jidooshi
Dooshi
yang tidak mempengaruhi orang lain. Seperti iku
‘pergi’, kuru ‘datang’, okiru ‘bangun’, dan sebagainya.
b. Tadooshi
Dooshi
yang mempengaruhi pihak lain. Seperti okosu
‘membangunkan’, nekasu ‘menidurkan’, shimeru
‘menutup’, dan sebagainya.
c.
Shodooshi
Dooshi
yang memasukkan pertimbangan pembicara, maka tidak dapat diubah ke dalam bentuk
pasif dan kausatif. Selain itu, tidak memiliki bentuk perintah dan ungkapan
kemauan. shodooshi
(verba
yang tidak dapat dibuat bentuk pasif) adalah aktifitas tersebut bukan menjadi
tanggungjawab dan kemampuan si pelakunya.
Diantara kata-kata yang termasuk kelompok ini,
kelompok dooshi yang memiliki makna
potensial seperti ikeru dan kikeru disebut kanoo dooshi ‘verba potensial’.
Selain jenis dooshi
diatas, Terada Takano (1984 : 80-81) menambahkan beberapa jenis dooshi, diantaranya:
a. Fukugo dooshi
Dooshi
yang terbentuk dari gabungan dua buah kata atau lebih. Gabungan kata itu
dianggap sebagai satu kata. Contoh:
Hanashiau
‘berunding
|
(dooshi + dooshi)
|
Choosa
suru ‘menyelidiki’
|
(meishi + dooshi)
|
Chikayoru
‘mendekati’
|
(keiyooshi + dooshi)
|
b.
Haseigo
toshite no dooshi
Dooshi
yang memakai prefiks atau terbentuk dari kelas kata lain dengan menambahkan
sufiks. Kata tersebut dianggap sebagai satu kata. Contoh :
samugaru
|
‘merasa kedinginan’
|
asebamu
|
‘berkeringat’
|
nagasa
|
‘panjangnya’
|
c. Hojo dooshi
Dooshi
yang menjadi bunsetsu tambahan. Contoh:
Rooka ni gomi ga sutete aru.
|
‘di koridor ada sampah yang dibuang’
|
Tori ga sora o tonde iru.
|
‘burung terbang di udara’
|
Ani ni suugaku o oshiete morau.
|
‘saya belajar matematika dari kakak laki-laki saya’
|
Verba yang dicetak tebal berfungsi membantu verba bagaian
sebelumnya dan menjadi bagian dari predikat . Itulah yang disebut hojo dooshi
3)
Bentuk Konjungsi Verb
Dalam gramatika bahasa
Jepang terdapat istilah katsuyookei
(bentuk konjugasi). Katsuyookei terdapat
enam macam, yaitu (lihat Masao, 1989 : 150):
a. Mizenkei
menyatakan bahwa aktivitas belum dilakukan atau belum terjadi sampai sekarang.
Bentuk ini diikuti u, yoo, nai, seru,
saseru, reru, atau rareru. 末然形
‘mizenkei’, yaitu perubahan verba didalamnya mencakup bentuk menyangkal (bentuk
NAI), bentuk maksud (bentuk OU/YOU). Bentuk pasif (RERU) dan bentuk menyuruh
(bentuk SERU).
b. Ren’yookei, menyatakan kemajuan atau
kelanjutan suatu aktivitas. Maka bentuk ini pun dapat diikuti yoogen yang lain seperti pada kata yomihajimeru ‘mulai membaca’. Bentuk ini
diikuti masu, ta, da, tai, te, atau nagara. 連用形
‘renyoukei’, yaitu perubahan bentuk verba yang mencakup bentuk sopan (bentuk
MASU), bentuk sambung (bentuk TE), dan bentuk lampau (bentuk TA).
c. Suushikei, bentuk dasar verba yang
dipakai pada waktu mengakhiri ujaran. Bentuk ini diikuti kata ka atau kara. 終止形
‘shuushikei’, yaitu verba bentuk kamus atau yang digunakan diakhir kalimat.
d. Rentaikei, bentuk yang diikuti taigen seperti toki, koto, hito, dan sebagainya. Dapat diikuti juga dengan yooda, bakari, kurai, gurai, no, dan
sebagainya.
e. Kateikei, menyatakan makna pengandaian,
merupakan bentuk yang diikuti ha. 仮定形 ‘kateikei’, yaitu perubahan verba ke dalam bentuk pengandaian
(bentuk BA).
- 命令形 ‘meireikei menyatakan makna perintah, merupakan bentuk pada waktu mengakhiri ujaran yang bernada perintah.
Dari jenis-jenis perubahan
diatas,dapat kita lihat perubahan bentuk verba secara umum dalam bahasa Jepang
pada tabel berikut ini :
Kel
|
Bentuk KAMUS
|
BENTUK MASU
|
BENTUK MASEN
|
BENTUK MASHITA
|
BENTU MASENDESHITA
|
I
|
買う
ka-u
立つ
ta-tsu
|
する
su
-
ru
くる
ku-
ru
|
買いません
ka-i-
masen
立ちません
ta
-
ti
-
masen
|
買いました
ka-i-
masita
立ちました
ta
-
ti
-
mashita
|
買いませんでした
ka-i-
masendesita
立ちませんでした
ta
-
ti
-
masendesita
|
II
|
見る
mi-ru
起きる
oki-ru
|
見ます
mi
-
masu
起きます
oki-
masu
|
見ません
mi
-
masen
起きません
oki-
masen
|
見ました
mi
-
masita
起きました
oki-
mas
ita
|
見ませんでした
mi
-
masendesita
起きませんでした
oki-
masendesita
|
III
|
する
su-ru
くる
ku-ru
|
します
si
-
masu
きます
ki
-
mas
u
|
しません
si
-
masen
きません
ki
-
masen
|
しました
si
-
masita
きました
ki
-
masita
|
しませんでした
si
-masendeshita
きませんでした
ki
-masendeshita
|
2.
I-keiyooshi (Adjektiva-i)
1)
Pengertian I-keiyooshi
I-keiyooshi
sering juga disebut keiyooshi yaitu
kelas kata yang menyatakan sifat atau keadaan sesuatu, dengan sendirinya dapat
menjadi predikat dan dapat mengalami perubahan bentuk (Kitahara, 1995 : 82).
Dapat membentuk bunsetsu walau tanpa bantuan kelas kata
lain. Kata yang termasuk i-keiyooshi selalu diakhiri silabel /i/
dalam bentuk kamusnya, dapat menjadi predikat, dan dapat menjadi kata
keterangan.
2)
Jenis-jenis I-keiyooshi
Pada umumnya dibagi menjadi 2 macam (Shimizu, 2000 :
46), yaitu:
a. Zokusei keiyooshi
: kelompok adjektiva-i yang menyatakan sifat atau keadaan secara objektif, contoh: takai ‘tinggi/mahal’, nagai
‘panjang’, hayai ‘cepat’, dan
sebagainya.
b. Kanjoo keiyooshi:
kelompok adjektiva-i yang menyatakan perasaan atau emosi secar subjektif,
contoh: ureshii ‘senang’, kanashii ‘sedih’, kowai ‘takut’, dan sebagainya.
Dengan sendirinya dapat menjadi predikat, dan dapat
mengaami perubahan bentuk. Dapat membentuk bunsetsu tanoa bantuan kelas kata
lain (chisakute), dapat menjadi kata keterangan yang menenrangkan kata
lain(chiisai kaban).
3.
Na-keiyooshi (adjektiva-na)
1)
Pengertian Na-keiyooshi
Na-keiyooshi
sering juga disebut keiyoodooshi
(termasuk jiritsugo) yaitu kelas kata
yang dengan sendirinya dapat membentuk sebuah bunsetsu, dapat berubah bentuknya (termasuk yoogen), dan bentuk shuuhikei nya
berakhir dengan da atau desu serta dapat menjadi kata
keterangan. Dinamakan keiyoodooshi karena
perubahannya mirip dengan dooshi dan
artinya mirip
dengan keiyooshi (Iwabuchi, 1989 :
96).
2)
Jenis-jenis Na-keiyoshi
Diklsifikasikan sebagai berikut (Shimizu, 2000 :
46-47):
a. Keiyodooshi
yang menyatakan sifat, contoh: shizukada
‘tenang/sepi’, kireida
‘indah/cantik/bersih/bersih’, dan sebagainya.
b. Keiyoudooshi yang
menyatakan perasaan, contoh: iyada
‘muak/tidak senang’ , fushigida
‘aneh’, sukida ‘suka’, dan
sebagainya.
4.
Meishi (Nomina)
1)
Pengertian Meishi
Meishi
adalah kata-kata yang menyatakan orang, benda, peristiwa, dan sebagainya, tidak
mengalami konjugasi, dan dapat dilanjutkan dengan kakujoshi (Matsuoka,
2000 : 342).
Meishi
disebut juga taigen, dalam suatu
kalimat dapat
menjadi subjek, predikat, keterangan, dan sebagainya. (Hirai, 1989 : 148).
Menurut Mutakano Motojiro (1986 : 25-26) meishi adalah:
ü Merupakan
jiritsugo
ü Tidak
mengalami perubahan bentuk (konjugasi)
ü Dapat
membentuk bunsetsu dengan ditambah
paritikel ga, wa, o, no, ni, dan
sebagainya.
ü Dapat
menjadi subjek
ü Disebut
juga taigen sebagai lawan yoogen
ü Dilihat
dari sudut pandang artinya dapat dibagi menjadi empat macam yakni futsuu meishi, koyuu meishi, daimeishi,
dan suushi
Nomina dapat
menjadi subjek, ketika diikuti partikel wa, ga, dan sebagainya. Contoh:
·
Fujisan wa totemo kirei desu.
·
Raishuu mo Jakaruta e iku.
·
Amirusan dake Nihon e iku.
Nomina dapat menjadi predikat, ketika diikuti
partikel yo, verba bantu yooda (no yooda/ no yoodesu), dan sebagainya. Contoh:
·
Sore
wa Tanakasan no jitensha yo.
·
Ashita
wa yasumi da.
·
Sore
wa watashi no hon desu.
Nomina dapat menjadi keterangan, misalnya pada nihongo no hon ‘Buku bahasa
Jepang’, jidoosha no zasshi ‘Majalah
otomotif’, dan doitsu no kuruma
‘Mobil Jerman’. Yang masing-masing menerangkan nomina hon ‘buku’, zasshi ‘mjalah’,
dan kuruma ‘mobil’ yang ada paada
bagian berikutnya setelah disisipi dengan partikel no.
Contoh lainnya:
·
Indoneshia kara kimashita.
·
Michi o arukimasu.
·
Tomodachi to ikimasu.
Nomina yang digaris bawahi diatas masing-masing
menerangkan verba kimashita, arukimasu,
dan ikimasu.
2)
Jenis Meishi
Terada Takano (1984 :
49-51) membagi meishi menjadi lima
macam sebagai berikut:
a. Futsuu meishi
Nomina yang menyatakan
nama-nama benda, barang, peristiwa, dan sebagainya yang bersifat umum misalnya:
yama
|
‘gunung’
|
hon
|
‘buku’
|
gakkou
|
‘sekolah’
|
jinsei
|
‘kehidupan
manusia‘
|
sekai
|
‘dunia’
|
hoshi
|
‘bintang’
|
tsukue
|
‘meja’
|
benkyou
|
‘pelajaran’
|
b. Koyuu meishi
Nomina yang menyatakan
nama-nama yang menunjukkan benda secara khusus seperti nama daerah, nama
negara, nama orang, nama buku, dan sebagainya. Misalnya:
Yamata
|
Yamato
|
Chuugoku
|
China
|
Fujisan
|
Gunung
Fuji
|
Taiheiyoo
|
Samudra
Pasifik
|
Murasaki Shikibu
|
Murasaki
Shikibu
|
c. Suushi
Nomina yang menyatakan
bilangan, jumlah, kuantitas, urutan, dan sebagainya, misalnya:
ichi
|
satu
|
mittsu
|
tiga
|
gohon
|
lima
batang
|
shichinin
|
tujuh
orang
|
daiichi
|
kesatu
|
Ke dalam jenis meishi ini termasuk juga kata-kata
seperti ikutsu, ikura, nankai, nanbanme,
dan sebagainya.
d. Keishiki meishi
Nomina yang menerangkan
fungsinya secara formalitas tanpa memiliki hakekat atau arti yang sebenarnya
sebagai nomina.
koto
|
hazu
|
tame
|
mama
|
wake
|
toori
|
e. Daimeishi
Kata-kata yang
menunjukkan sessuatu secara langsung tanpa menyebutkan nama orang, benda,
perkara, arah, tempat, dan sebagainya.
Kata-kata yang dipakai untuk menunjukkan orang disebut ninshoo daimeishi (pronomina persona), sedangkan yang menunjukkan
selain orang disebut shiji daimeishi (pronomina
penunjuk).
Di dalam kelas kata nomina termasuk juga
nomina-nomina yang telah mengalami afiksasi yaitu nomina-nomina yang telah
dibubuhi prefiks dan/ atau sufiks tertentu, misalnya:
gakuseitachi
|
‘para
mahasiswa’
|
hayasa
|
‘kecepatan’
|
okane
|
‘uang’
|
gorenraku
|
‘hubungan,
pemberitahuaan’
|
otsukisama
|
‘bulan,
|
Kelas kata nomina termasuk juga nomina majemuk yaitu
nomina yang terbentuk dari gabungan beberapa kata dan dianggap sebagai satu
kata. Seperti aozora ‘langit biru’, akimatsuri ‘festival musim gugur’
disebut fukugo meishi.
5.
Rentaishi (Prenomina)
1)
Pengertian Rentaishi
Merupakn kelas kata
yang termasuk kelompok jiritsugo yang
tidak mengenal konjugasi yang digunakan hanya untuk menerangkan nomina. Jadi tidak dapat menjadi subjek atau predikat
dan tidak dapat dipakai untuk menerangkan yoogen.
Contoh:
Kono
konpyuutaa wa koshoo shite imasu.
‘Komputer
ini rusak.’
Kata kono hanya menerangkan nomina konpyuutaa yang menjadi subjek pada kalimat tersebut.
2)
Macam-macam Rentaishii
Terada Takanao
menyebutkan beberapa pola sebagai cara mengklasifikasikan rentaishi sebagai berikut:
a. Yang
berpola ‘...no’ atau ‘...ga’, misalnya:
kono michi
|
‘jalan ini’
|
ano hito
|
‘orang itu’
|
sono hon
|
‘buku itu’
|
dono hana
|
‘bunga yang mana’
|
b.
Yang berpola ‘...ru’, misalnya:
aru hi
|
‘suatu hari’
|
saru muika
|
‘tanggal 6 yang lalu’
|
kitaru tooka
|
‘tanggal 10 yang akan datang’
|
ikanaru riyuu de
|
‘dengan alasan apapun’
|
c.
Yang berpola ‘...na’, misalnya:
ookina ka
|
‘pohon besar’
|
chiisana mi
|
‘buah kecil’
|
okashina katachi
|
‘bentuk yang aneh’
|
d.
Yang berpola ‘...ta’, misalnya:
tatta ippon
|
‘hanya satu batang’
|
taishita sakubun
|
‘karya yang hebat’
|
tonda sainan
|
‘kecelakaan yang tidak terduga’
|
6.
Fukushi (Adverbia)
1)
Pengertian Fukushi
Fukushi adalah kata- kata yang menerangkan verba, ajektiva,
serta adverbia lainnya yang tidak dapat berubah, dan dapat berfungsi menyatakan
keadaan atau derajat suatu aktivitas, suasana, atau perasaan pembicara. (
Matsuoka, 2000 : 344). Namun selain itu fukushi
juga dapat menerangkan nomina. Fukushi tidak
dapat menjadi subjek.
2)
Jenis-jenis Fukushi
Terdapat berbagai pendapat mengenai jenis – jenis fukushi. Perbedaannya terutama terletak
pada nama- nama (istilah) jenis fukushi
tersebut. Salah satu pendapat, menurut Terada Nakano membagi fukushi menjadi tiga macam sebagai
berikut :
a.
Jootai no Fukushi
Jootai no fukushi berfungsi menerangkan keadaan
verba yang ada pada bagian berikutnya,misalnya :
Shikkari
(to) nigiru
|
“memegang
dengan kuat”
|
Yukkuri
(to) aruku
|
“berjalan
dengan pelan – pelan”
|
Hakkiri
(to) mieru
|
“
terlihat dengan jelas”
|
Sotto
chikazuku
|
“mendekati
dengan diam- diam”
|
b.
Teido no fukushi
Teido no fukushi
berfungsi, terutma menerangkan tingkat, taraf, kualitas atau derajat keadaan yogen (verba, ajektifa-i, ajektifa-na)
yang ada pada bagian berkutnya, misalnya:
Sukkoshi
samu
|
“
agak dingin”
|
Taihen
shinsetsu da
|
“
Sangat baik hati”
|
Kanari
Takai
|
“agak
mahal”
|
Ikubun
raku natta
|
“
(sudah) agak menyenangkan
|
Di dalam fukushi
jenis ini, selain terdapat fukushi
yang menerangkan yoogen, terdapat
juga fukushi yang menerangkan
adverbia dan nomina, misalnya :
Kanari
bakkari mieru
|
“
Terlihat agak jelas”
|
Motto
shikkari yare
|
“Lakukan
dengan lebih baik lagi”
|
Sukoshi
migi no hou da
|
“Sebelah
kanan sedikit”
|
Zutto
izen no koto da
|
“Kejadian
dulu kala”
|
c.
Chinjutsu no Fukushi
Chinjutsu no
fukushi adalah fukushi
yang memerlukan cara pengucapan khusus,
disebut juga jojutsu no fukushi atau koo’o no fukushi.
Keshitte
makenai
|
“Sama
sekali tidak akan kalah”
|
Totemo
ma ni awanai
|
“Benar- benar
tidak akn keburu”
|
Doozo
ohairi kudasai
|
“Silahkan
masuk”
|
Marude
yume no yooda
|
“Seolah-olah
bagaikan mimpi”
|
Osoraku
ame ga furu daroo
|
“Mungkin
akan turun hujan”
|
Moshi
shippai shitara doo suru
|
“Bagaiman
kalau gagal”
|
Masaka
sonna koto wa arumai
|
“Masa
ada hal semacam itu”
|
Tatoe
ame ga futtemo dekakeru
|
“Walaupun
turun hujan saya akan pergi”
|
Dooshite
shippai site nouka
|
“Kenapa
gagal?”
|
3)
Onomatope
( giseigo/giongo dan gitaigo)
Diantara adverbia yang dijelaskan sebelumnya terdapat
adverbia yang mengambarkan bunyi atau suara dan ada juga adverbia yang
menyatakan suatu keadaan. Adverbia yang
mengambarkan bunyi atau suara disebut giseigo,
sedangkan yang menyatakan suatu keadaan disebut gitaigo. Kedua istilah inilah yang disebut onomatope.
Kata-kata seperti wanwan, gatagoto, katachinkatachin dan sebagainya disebut giseigo (giogo). Kata- kata tersebut menunjukkan bunyi atau suara dengan
cara menirukan bunyi yang dikeluarkan oleh suatu benda, manusia atau binatang.
Sebagai kata yang menyerupai giseigo
terdapat kata-kata yang menyatakan keadaan suatu hal/perkara seperti kata-kata fuwafuwa, bon’yori dan sebagainya. Kata-
kata ini disebut gitaigo ( Iwabuchi,
1989 : 73-74)
7.
Kandooshi (Interjeksi)
Apabila
melihat bagian klasifikasi kelas kata pada bagian terdahulu, dapat kita lihat
bahwa kandooshi adalah salah satu
kelas kata yang termasuk jiritsugo
yang tidak dapat berubah bentuknya, tidak dapat menjadi subjek, keterangan,
maupun konjungsi. Namun dengan sendirinya dapat menjadi sebuah bunsetsu walaupun tanpa bantuan kelas
kata lain. Menurut Shimizu Yoshiaki (2000 : 50), sesuai dengan huruf yang
dipakai untuk menuliskannya, di dalam
kata ini terkandung perasaan seperti rasa terkejut, gembira, selain itu di
dalamnya terkandung juga kata-kata yang menyatakan panggilan atau jawaban
terhadap orang lain.
a. Kandooshi
yang menyatakan perasaan (ara, maa, oya,
hora, aa, oo, dan sebagainya). Ara
dan maa termasuk ragam bahasa wanita,
sedangkan oya termasuk ragam bahasa
pria.
b. Kadooshi
yang menyatakan panggilan atau jawaban terhadap orang lain (moshi moshi, hai, iie, dan sebagainya).
Iwabuchi Tadasu
menyebutkan bahwa, oleh karena banyak kandooshi
yang secara langsung menyatakan perasaaan gembira, maka kelas kata ini sering
dipakai di dalam ragam bahasa lisan. Kandooshi
di dalam bahasa Jepang modern terdiri dari tiga macam yakni :
a. Kandooshi
yang menyatakan rasa haru (aa, ara,
oyaoya, chikushoo, hatena, are, dore).
b. Kandooshi
yang menyatakan panggilan (moshi, kora,
kore, nee, saa, hora)
c. Kandooshi
yang menyatakan jawaban (hai, iie, un)
Selain itu, ada juga
pendapat yang menyatakan bahwa jenis ungkapan-ungkapan persalaman seperti ohayoo, konnichiwa, dan sayoonara
termasuk pada kandooshi (Iwabuchi,
1989 : 65-66).
Kandooshi „interjeksi‟
Kandooshi adalah kata yang dapat berdiri sendiri, tidak
mengalami konyugasi, dan mengutarakan secara langsung perasaan-perasaan seperti
menjawab sesuatu,
panggilan,
harapan, rasa kagum penutur, dll., dan diletakkan di akhir sebuah ujaran. Dalam
gramatika Tokieda, kandooshi dimasukkan ke dalam kelompok ji. Contoh
:
(32) Aa, samui.
„wah, dingin‟
(33) Maa, nante subarashiin
deshoo.
waah, alangkah indahnya mungkin
“wah, alangkah indahnya‟
(34) Moshi moshi, kame yo, kame
san yo.
halo-halo, kura-kura, kuran-kura,lho.
“ halo-halo 1, ada kura-kura,
ada kura-kura lho.‟
(35) Mai, Sato desu ga,…
ya, Sato kopula,
„
Ya, saya Sato,…‟
8.
Setsuzokushi (Konjungsi)
1)
Pengertian Setsuzokushi
Setsuzokushi adalah
salah satu kelas kata yang termasuk ke dalam kelompok jintsugo yang tidak dapat mengalami perubahan, tidak dapat menjadi subjek, objek, predikat ataupun kata yang
menerangkan kata lain (shuushokugo). Setsuzokushi berfungsi menyambungkan suatu
kalimat dengan kalimat lain.
Pengertian
setsuzokushi dapat dilihat dari
berbagai sudut pandang Berdasarkan cara-cara pemakaiannya setsuzokushi dapat diartikan sebagai kelas kata yang dipakai di
antara dua kata, dua bunsetsu, dua ku, dua bun, atau lebih untuk menghubungkan bagian-bagian tersebut. Berdasarkan
artinya setsuzokushi dapat dikatakan
sebagai kelas kata yang menunjukkan hubungan isi ungkapan sebelumnya dengan isi
ungkapan berikutnya. Sedangkan berdasarkan sudut pandang fungsinya, setsuzokushi
merupakan kata yang dipakai setelah ungkapan sebelumnya dan berfungsi untuk mengembangkan ungkapan
berikutnya. (Ogawa, 1989 : 141).
Di
dalam Tanoshii Nihongo no Bunpoo (Jidoo Gengo Kenkyuukai Henshuu, 1987 : 95), setsuzokushi dijelaskan dengan cara mengemukakan contoh
kalimat seperti berikut :
Ame
ga furimashita. Sorede, Undookai wa chuushi ni narimashita.
“Hujan turun. Oleh sebab itu pekan olahraga
dihentikan”
Dua
buah kalimat di atas yaitu Ame ga
furimashita ‘hujan turun’ yang menjadi sebab-sebab atau alasan digabungkan
dengan kalimat Undookai wa chuushi ni
narimashita ‘Undookai dihentikan’ dengan menggunakan konjungsi sorede. Dengan demikian yang disebut setsuzokushi adalah kata yang menangkap
isi kata atau kalimat sebelumnya lalu menunjukkan bagaimana kata atau kalimat
berikutnya berkembang.
2)
Jenis-jenis Setsuzokushi
Hirai Masao (1989 : 156-157) membagi setsuzokushi menjadi tujuh macam yakni sebagai berikut :
a. Heiretsu no
setsuzokushi, yaitu setsuzokushi yang dipakai pada saat menunjukkan sesuatu yang
berderet dengan yang lainnya yang ada pada bagian sebelumnya. Setsuzokushi yang termasuk kelompok ini
misalnya mata, oyobi, dan narabini.
·
Ani
oyobi otooto no futari ga kita
‘Kakak laki-laki dan adik laki-laki saya
berdua sudah datang’
·
A
wa nesshin ni benkyoo shita. Mata asobu koto mo wasurenakatta
‘A sudah belajar dengan sunggah-sungguh.
Selain itu bermain juga tidak lupa’
b. Gyakusetsu no
setsuzokushi yaitu setsuzokushi yang dipakai pada saat menunjukkan sesuatu yang ada
pada bagian berikutnya yang tidak sesuai, tidak pantas, atau bertentangan
dengan sesuatu yang ada pada bagian sebelumnya. Setsuzokushi yang termasuk kelompok ini misalnya daga ga, shiikamo, shikashi, tadashi, keredo
(mo) dakedo, demo, desu ga, towa ie, sorenanoni, soreni, shitemo, dan mottomo.
·
Me
ga sameta. Demo, mata nemutta.
‘sudah
bangun. Tetapi tidur lagi’
·
Doryoku
wa shita. Keredemo, seikoo to wa ienakatta.
‘sudah berusaha. Tetapi
tidak berhasil’
c. Junsetsu no
setsuzokushi, yaitu setsuzokushi yang dipakai pada saat menunjukkan hasil, akibat atau
kesimpulan yang ada pada bagian berikutnya bagi sesuatu yang ada pada bagian
sebelumnya yang menjadi sebab-sebab atau alasannya. Setsuzokushi yang termasuk kelompok ini misalnya dakara, sorede, soreyue, yueni, shitagatte,
sokode, suruto, soosuruto, dan sooshite.
·
Yowai
ne. Dakara, maketa no sa.
‘Lemah ya. Oleh sebab itu
kalah’
·
Ware
omou. Yueni, ware ari.
‘Kita berfikir. Karena itu kita ada ’
d. Tenka no setsuzokushi,
yaitu setsuzokushi yang dipakai pada
saat mengembangkan atau menggabungkan sesuatu yang ada pada bagian berikutnya
dengan sesuatu yang ada pada bagian berikutnya. Setsuzokushi yang termasuk kelompok ini misalnya soshite, sorekara, katsu, sonoue, soreni,
awaseta, sarani, nao, tsugini, shikamo, omakeni, dan mashite.
·
Kita.
Soshite, yoku mita
‘Datang. Lalu melihatnya dengan baik’
·
Hara
ga hidoku hetta kita. Soreni, samusa mo kibishiku natte kita.
‘Perut saya sangat lapar. Selain itu,
cuaca dingin pun semakin hebat’
e. Hosetsu no setsuzokushi,
yaitu setsuzokushi
yang dipakai pada saat menambahkan penjelasan atau rincian berkenaan dengan
sesuatu yang ada pada bagian sebelumnya. Setsuzokushi
yang termasuk kelompok ini misalnya tsumari,
sunawachi, tatoeba, nazenara, nantonareba, tadashi, dan mottomo.
·
Dokuritsu
no seishi ga taisetsuda. Tsumari, jibun de yaru to iu kangaekata dayo.
‘jiwa berdikari itu penting. Yaitu, pemikiran
untuk melakukan sesuatu oleh diri sendiri.
·
Minna
ikun dayo. Tatoeba, kimi mo boku mo, koko ni iru zenbu mo da.
‘Semuanya pergi. Misalnya kamu,saya, dan
semua orang yang ada di sini.
f. Sentaku no setsuzokushi
yaitu setsuzokushi yang dipakai pada
saat menyatakan pilihan antara sesuatu yang ada pada bagian sebelumnya dan yang
ada pada bagian berikutnya. Setsuzokushi yang
termasuk kelompok ini misalnya matawa,
aruiwa, soretomo, dan naishiwa.
·
Pen
matawa enpitsu de kaku
‘Menulis dengan bolpoin atau pensil’
g. Tenkan no setsuzokushi,
yaitu setsuzokushi yang dipakai pada
saat mengganti atau merubah pokok pembicaraan. Setsuzokushi yang termasuk kelompok ini misalnya sate, tokorode, tokini, tsugini, dan dewa.
a.
Banji
umaku itta. Tokorode, sassoku daga, …..
‘segala sesuatunya berjalan dengan
lancer. Tetapi, tiba- tiba ….
9.
Jadooshi
(Verba Bantu)
1)
Pengertian jodooshi
Jodooshi
adalah kelompok kelas kata yang termasuk fuzokugo
yang dapat berubah bentuknya. Kelas kata ini hanya dapat membentuk sebuah bunsetsu apabila dipakai bersamaan
dengan kata lain yang dapat menjadi
sebuah bunsetsu secara singkat
Terada Taranoa menjelaskan karakteristik jodooshi
sebagai berikut :
ü Merupakam
fuzokugo
ü Dapat
berubah bentuknya
ü Terutama
dipakai setelah yoogen dan menambah
berbagai macam arti (Terada, 1984 : 140-141).
Namun ada juga jodooshi yang dipakai
setelah taigen,
seperti verba bantu da, desu, atau rashii.
2)
Jenis – jenis jodooshi
Ada beberapa kata yang termasuk jodooshi, yakni (Jidooshi Gengo Kenkyuukai, 1987 : 97-102) :
a. Reru
dan rareru (ukemi, kanoo, jibatsu, sonken)
(1) Ukemi (pasif
)
a)
Taro
ga chichi ni dakareru .
‘Taro dipeluk oleh ayah
b) Michiko ga taro ni
tasukerareru.
‘Minchiko ditolong oleh Taro’
Pemakaian reru dan rareru sebagai
bentuk pasif menunjukkan bahwa aktivitasnya tidak dilakukan oleh diri sendiri
(Taroo pada kalimat 1 dan Minchiko pada kalimat 2). Subjek pada kalimat-kalimat
di atas adalah orang yang menerima
pelakuan dari orang lain, sedangkan orang yang melakukan aktivitas dinyatakan
dengan pelengkap.
(2) Kanoo
( menyatakan makna potensial untuk melakukan suatu aktivitas)
a)
Koko
kara choojo e ikareru
‘Dari sini dapat pergi ke puncak’
b)
Watashi
wa asa hayaku okirareru
‘saya dapat bangun pagi dengan cepat.
(3) Jihatsu
(menyatakan makna bahwa suatu kejadian, keadaan, atau dilakukan secara alamiah)
a) Mukashi no koto ga
omowareru
‘Teringat hal-hal yang
terjadi dulu’
b) Haha no byooki ga anjirareru
‘Kepala
rumah sakit pergi ke tempat lain.’
b. seru
dan sareru (kausatif)
a) Sensei ga minna ni uta
o utawaseru.
‘pak guru menyuruh
semuanya menyanyikan lagu’
b) Chichi ga ani o koojoo
ni kosaseru
‘Ayah menyuruh kakak laki-laki saya
datang ke pabrik’
Kata seru
dan saseru menyatakan bahwa aktivitas
tersebut merupakan suruhan untuk melakukan suatu kegiatan. Orang yang menyuruh
melakukan kegiatan tersebut menjadi subjek dalam kalimat itu.
c. da
dan desu (dantei = keputusan)
a) ‘kasa jizoo’ wa nihon
no minwa da
Kasa jizoo
adalah cerita rakyat jepang’
‘Kasa jizoo’ wa nihon
no minwa desu.
‘kasa jizoo adalah cerita rakyat jepang’
b) Ojiisan wa kasa o
ojizoosan ni kabuseta noda
‘kakek memakai payung
pada patung dewa pelindung anak’
Kata ‘da’ dan ‘desu’ menyatakan
suatu keputusan yang jelas. Pada kalimat yang berpredikat verba dan ajektiva, jodooshi yang menyatakan keputusan
kadang-kadang digunakan setelah partikel no
sehingga menjadi noda. Selain itu, jodooshi jenis ini pun dapat dipakai
pada setsuzokushi atau setsuzokujoshi yang membentuk kalimat
majemuk (juubun) dalam bentuk dakara, dakeredomo, dattara, datte, dewa, nara,
dan sebagainya.
d. nai, nu
(uchikeshi = negative)
a)
Taroo
wa mikan o tabenai
‘Taro
tidak makan jeruk’
b)
Watashi
wa hon nado yomanu.
‘Saya tidak membaca buku.’
Makna
uchikeshi berbeda dengan hantai (kebalikan, berlawanan), Misalnya lawan kata ‘noboru’ adalah ‘kudaru’ tetapi ‘noboranai’ berbeda dengan ‘kudaru’. Noboranai hanya suatu keadaan tidak melakukan kegiatan ‘noboru’. Jadi tidak berarti karena ‘nobaranai’
maka ‘kudaru’. Makna ‘noboranai’
sekadar bentuk negatif kata ‘noboru’.
Kata ‘nu’ biasanya dipakai sebagai kata keterangan daripada dipakai pada
akhir kalimat
c)
Kookagaku
sumoggu no osoroshisa o shiranu hito wa inai.
‘tidak ada orang yang tidak tahu
dahsyatnya asap fotokimia’
Kata ‘nu’ dapat mengalami perubahan yang khas seperti kalimat berikut:
d)
Inu
wa karadaugoki mo sezu nanjikan mo tatte ita.
‘Anjing berdiri berjam-jam tanpa
menggerakkan badannya’
e)
watashi
wa nanto shitemo ikaneba naranai
‘Walaupun bagaimanapun saya harus pergi’
e. ta
(kako = bentuk lampau)
a) kino, boku wa suika
otabeta (kako)
‘kemarin saya makan semangka’
Selain seperti yang
dipakai pada kalimat diatas, kata ‘ta’
pun memiliki berbagai macam cara pemakai lainnya seperti pada kalimat berikut.
b) Ashita hayaku okita
hito ni ageyoo. (mirai kanryoo ‘bentuk selesai kala yang akan datang)
‘saya yang akan
memberikannya kepada orang yang bangun cepat besok’
c) Korya, odoroita
(danteitekini noberu ‘menyatakan keputusan’)
‘aduh kaget’
d) Motto sunda iro
mo tsukainasai. (jootai o arawasu ‘ menyatakan keadaan’)
‘Pakailah
warna yang lebih terang.’
e) Saa, itta itta.(
meirei ‘perintah’)
‘ ayo pergi! Pergi!
f. rashii
(suitei ‘anggapan, dugaan,
perkiraan’)
a) Hanako wa ashita
shuppatsu suru rashii.
‘ nampaknya hanako besok
akan berangkat’
b)
Ano
takai yama wa Fujisan rashii
‘Gunung tinggi itun
seperti gunung Fuji’
Kata rashii
dipakai pada waktu menduga sesuatu berdasarkan alasan atau dasar tertentu.
g. u, yoo, daroo
(suiryoo ‘perkiraan’, ishi ‘kemauan’)
a) Ame ga furoo to
kamawanai.
‘Kalaupun turun hujan tidak apa-apa’
b) Gogo miwa sora mo hareyoo.
‘pada siang hari (mungkin) langit pun
akan cerah
c) Asa chichi wa gorufu ni
iku daroo
‘ besok ayah mungkin akan pergi main
golf.
Berbeda dengan rashii, kata u, yoo, dan daroo dipakai pada ungkapan perkiraan
yang sederhana. Apabila subjek pada kalimat orang pertama, maka kata-kata u, yoo, dan daroo dapat menyatakan suatu kemauan (ishii).
d) Haha ni miyage o kaoo.
‘akan membeli oleh-oleh
untuk ibu saya’.
e) Boku wa goji ni okiyoo.
‘saya akan bangun jam
5’
h. mai
(uchikeshi no suiryoo = perkiraan
negarif)
a) Konna ooyuki dewa anata
mo kaeremai.
‘Dengan keadaan salju yang banyak
seperti ini anda pun mungkin tidak akan bias pulang’.
Sebagai ungkapan yang sama dengan kata mai, sekarang biasa dipakai kata ‘nai daroo’. Ababila subjek pada kalimat
tersebut orang pertama, maka kata mai
menyatakan bentuk kemauan negatif (uchikeshi
no ishi).
b) Watashi wa, moo
kesshite ikumai
‘saya sama sekali tidak akan pergi lagi’
i. Sooda
(denbun to yootai)
a) Ano mori niwa tengu ga
deru sooda (denbun)
‘katanya di hutan itu ada hantu berhidup
panjang’
Denbu
adalah jenis jodooshi yang dipakai
pada waktu menyampaikan atau
memberitahukan lagi berita atau kabar yang didengar dari orang lain kepada
orang lain.
j. Yooda
(tatoe ‘perumpamaan’, futashikana dantei ‘keputusan yang tidak
pasti’)
a) Ano yama wa marude
Fujisan no yooda (tatoe)
‘Guung itu kelihatannya seperti gunung
Fuji’
b) Oosama no gyooretsu
ga chikazuita yooda. (futashikana dantei)
‘Tampaknya iring – iringan raja sudah
mendekat’
k. Tai
(kiboo = harapan, keinginan)
a) Natsuyasumi niwa umi ni
ikitai
‘pada waktu liburan musim panas ingin
pergi ke laut.
Kata tai
dipakai pada waktu menyatakan keinginan atau harapan diri sendiri. Oleh karena
itu, yang menjadi subjek pada kalimat tersebut adalah pembicaraan sendiri
(orang pertama). Apabila subjek pada kalimat itu orang ketiga maka dipakai kata
tagaru
b) Tenno ga tsuki no sekai
ni kaeritagaru.
‘Bidadari ingin pulang ke dunianya di
bulan’.
l. Masu
(teinei = halus)
a) Ame ga furimasu.
‘Hujan akan turun’
Kata masu menyatakan perasaan hormat atau
sopan.
katsuyoo
no katachi
|
imi
|
kihonkei
|
mizenkei
|
ren’yookei
|
shuushikei
|
rentaikei
|
kateikei
|
meireikei
|
dooshikei
(ahimo
ichidan )
|
shieki
|
seru
|
se
|
se
|
seru
|
seru
|
sere
|
sero,
seyo
|
saseru
|
sase
|
sase
|
saseru
|
saseru
|
sasere
|
sasero
saseyo
|
||
ukemi
|
reru
|
re
|
re
|
reru
|
reu
|
rere
|
rarero
|
|
rareru
|
rare
|
rere
|
rareru
|
rareru
|
rarere
|
rareyo
|
||
kanoo
jihatsu
sonkei
|
reru
|
re
|
re
|
reru
|
reru
|
rere
|
-
|
|
rareru
|
rare
|
rare
|
rareru
|
rareru
|
rarere
|
-
|
||
keiyooshikei
|
kiboo
|
tai
|
takaro
|
takatt,
taku
|
tai
|
tai
|
takere
|
-
|
uchikeshi
|
nai
|
nakaro
|
nakatt,naku
|
nai
|
nai
|
nakere
|
-
|
|
suitei
|
rashii
|
-
|
rashikat
rashiku
|
rashii
|
rashii
|
rashikere
|
-
|
|
keiyoo-
dooshikei
|
yootai
|
sooda
|
soodaroo
|
soodatt,soode,sooni
|
sooda
|
soona
|
soonara
|
-
|
dantei
|
da
|
daro
|
datt
de
|
da
|
(na)
|
nara
|
-
|
|
tatoe,
futashikana, dantei,reiji
|
yooda
|
yoodaro
|
yoodatt
yoode
yooni
|
yooda
|
yoona
|
yoonara
|
-
|
|
denbu
|
sooda
|
-
|
soode
|
sooda
|
-
|
-
|
-
|
|
tokushu
katsuyookei
|
kako,
kanryoo
|
ta
(da)
|
taro
|
-
|
ta
|
ta
|
tara
|
-
|
teineina
dantei
|
desu
|
desho
|
deshi
|
desu
|
desu
|
-
|
-
|
|
uchikeshi
|
nu
(n)
|
-
|
zu
|
nu
(n)
|
nu
(n)
|
ne
|
-
|
|
teinei
|
masu
|
mase
masho
|
mashi
|
masu
|
masu
|
masure
|
-
|
|
mukatsuyookei
|
shi,
suiryoo
|
u
|
-
|
-
|
u
|
(u)
|
-
|
-
|
yoo
|
-
|
-
|
yo
|
(yoo)
|
-
|
-
|
||
uchikeshi
suiryoo
|
mai
|
-
|
-
|
mai
|
(mai)
|
-
|
-
|
10.
Joshi (Patikel)
1)
Pengertian dan Karakteristik Joshi
Joshi
adalah kelas yang termasuk fuzokugo
(tidak dapat berdiri sendiri) yang akan menunjukan arti apabila sudah dipakai
setelah kelas kata lain yang dapat berdiri sendiri (jiritsugo) sehingga membentuk sebuah bunsetsu atau bun. Kelas kata Joshi tidak mengalami perubahan bentuk. Kelas kata yang dapat
disisipi joshi diantaranya, meishi, dooshi, i-keiyooshi, na-keiyooshi
joshi dan sebagainya.
2)
Jenis-Jenis Joshi
Berdasarkan
fungsinya, joshi dibagi memjadi empat
a.
Kakujoshi. Dipakai
setelah nomina untuk menunjukan hubungan antara nomina tersebut dengan kata
lain. Seperti, ga, no, o, ni, e, to, yori, kara, de, ya.
b.
Setsuzokujoshi. Joshi yang termasuk setsuzokujoshi dipakai setlah yoogen
(dooshi,i-keiyooshi,na-keiyooshi) atau
setelah jodooshi untuk melanjutkan
kata –kata yang ada sebelumnya terhadap kata –kata yang ada di bagian
berikutnya (ba, to, keredo, keredomo, ga, kara, shi, temo, te(de), nagara,tarai(dari), noni
dan node.
c.
Fukujoshi,
dipakai
setelah berbagai macam kata. Seperti kelas kata fukushi, fukujoshi, berkaitan erat dengan bagian kata berikutnya. Joshi yang termasuk kelompok ini
diantatanya, wa, mo, koso, sae, demo,
shika, made, bakari, dake , hodo, kurai(gurai), nado, nari, yara, ka, zutsu.
d.
Shuujoshi,
umumnya
dipakai setelah berbagai macam kata pada bagian akhir kalimat untuk menyatakan
suatu pertanyaan, larangan, seruan, rasa haru. Misalnya, (ka, kashira, na, naa, zo, tomo, yo, ne, wa, no, sa).
D. Struktur Kalimat
Bahasa Jepang
Ada enam macam
hubungan antara sebuah bunsetsu dan bunsetsu lainnya pada sebuah kalimat,
diantaranya:
1.
Hubungan Subjek-Predikat (Shugo-Jutsugo
no Kankei)
Hubungan
di atas merupakan hubungan subjek berupa bunsetsu
yang menjadi jawaban dari pertanyaan nani
ga, ‘apa’ menghadapi predikat berupa bunsetsu yang menjadi jawaban dari
pertanyaan doo suru,’melakukan apa’ ,donna da ‘bagaimana’, nan da ‘apa’. Berarti, bunsetsu yang menjadi subjek dijelaskan oleh bunsetsu yang menjadi predikat. Contoh:
·
Beru ga naru. (dengan pola ‘nani ga’+doo suru)
·
Hana wa utsukushii. (dengan pola ‘nania+donna da)
·
Kore wa ringo desu. (dengan pola ‘nani’wa+nan da)
2.
Hubungan Yang Menerangka-Diterangkan (Shuushoku-Hishuushoku no Kankei)
Hubungan
di atas merupakan hubungan sebuah bunsetsu secara jelas menerangkan atau
menentukan bunsetsu berikutnya. Contoh:
· ookii
tsuki ga
mieru.
|
‘Bulan besar
terlihat’
|
shuushokugo hishuushokugo
|
|
shugo
|
|
·
Hana ga kirei
ni saite iru.
|
‘Bunga berkembang dengan indahnya.’
|
shuushokugo
hishuushokugo
|
|
jutsugo
|
|
·
Hana ga kirei ni saite utsukushii
shuushokugo hishuushokugo
|
‘Bunga berkembang dengan indahnya dan
bagus.’
|
shuushokugo hishuushokugo
|
|
·
O
Bun
Bunsetsu yang menerangkan yoogen ( verba, ajektiva) yang memiliki fungsi abverbial disebut
ren’yooshuushokugo, sedangkan bunsetsu
yang menerangkan taigen (meishi) yang memiliki fungsi ajektival
disebut rentaishuushokugo, misalnya:
Kirei na hana bira mo hidoku fukichirasareta.
Rentaishuushokugo ren’yooshuushokugo
3.
Hubungan Setara ( Taitoo no Kankei)
Yaitu
hubungan dua bunsetsu atau lebih yang berada dalam shugo,
jutsugo, shuushokugo dan lainnya yang berderet secara setara. Dimana tidak
ada satu bagian yang lebih penting dari bagian lainnya. Meski urutan kalimat
diubah, tidak akan mengubah makna kalimat (heiritsu
no kankei).
Contoh:
a.
Hashi ya kishi ga mechamecha ni natta. (shugo)
Jembatan dan pinggiran
sungai menjadi berantakan.
b.
Yama ga takakute kewashii.(jutsugo)
Gunung tinggi dan terjal
c.
Shizuka de hiroi heya datta. (rentaishuushokugo)
Kamar yang sepi dan besar
d.
Tsuyoku tooku nageta. (ren’yooshuushokugo)
Melempar dengan keras dan
jauh
4.
Hubungan Tambahan (Fuzoku no Kankei)
Bunsetsu pertama menyatakan makna utama, sedangkan bunsetsu berikutnya
berafiliasi dengan bunsetsu sebelumnya dan memberkan tambahan makna (hojo no kankei).
Contoh:
a.
Ame ga futte iru. ‘Hujan
turun’
b.
Kore o yonde ageyou. ‘Akan membacakan ini’
c.
Shukoshi mo muzukashiku
nai.
Sedikitpun tidak sulit.
d.
Oomizu de nagasarete shimatta. Terseret banjir
5.
Hubungan Konjugatif (Setsuzoku no Kankei)
Makna suatu bunsetsu menjadi sebab-sebab, persyaratan
atau alasan lalu berhubungan dengan suatu bunsetsu
atau kalimat secara keseluruhan pada bagian berikutnya.
Misalnya:
·
Asa osoku kite mita keredo mada dare mo inakatta.
‘Pagi-pagi
saya mencoba datang terlambat, tetapi belum ada siapa pun.’
·
Asa osoku kite mita. Shikashi mada dare mo inakatta.
‘Pagi-pagi
saya mencoba datang terlambat. Tetapi, belum ada siapa-siapa.
6.
Hubungan Bebas ( Dokuritsu no Kankei)
Disebut
hubungan bebas karena tidak ada hubungan langsung dengan bunsetsu yang lain dan merupakan hubungan yang longgar yang
relative dipakai bebas. Biasanya dipakai kata-katanya yang menyatakan rasa haru,
panggilan, jawaban atau saran.
Jika
kata-kata dalam bahasa Jepang terdiri dari kata-kata yang menunjukan hubungan
“menerangkan–diterangkan”, maka bagian yang “menerangkan” muncul lebih dulu.
Contoh:
·
Atarashii kuruma.
M D
Struktur
kalimat dalam bahasa dapat dibentuk dengan pola S-P atau S-O-P, apabila kalimat
itu dilengkapi objek.
Contoh:
·
Watashi wa tabemashita
·
Watashi wa gohan o tabemashita.
Namun,
dalam kehidupan sehari-hari sering kali orang Jepang tidak menggunakan struktur
kalimat yang baku, ada sebuah atau beberapa bunsetsu yang dihilangkan, sehingga
terjadi pemakain struktur yang tidak beraturan.
Hinshi - Kelas Kata dalam Bahasa Jepang
Setiap bahasa mempunyai kelas kata. Berikut daftar hinshi
(kelas kata dalam bahasa Jepang).
NO.
|
KELAS
KATA
|
KETERANGAN
|
1.
|
名詞
(meishi = kata benda = noun) |
Sifat:
1. tidak mengalami konjugasi (perubahan bentuk kata) 2. bisa digabung dengan kata benda lain dengan partikel の ("no"). Contoh kata: 1. かお = kao = wajah 2. いろ = iro = warna 3. かおのいろ = kao no iro = warna wajah |
2.
|
動詞
(doushi = kata kerja = verb) |
Sifat:
1. mengalami konjugasi (perubahan bentuk kata) 2. bentuk dasar/kamus dari kata kerja selalu diakhiri dengan hiragana kolom う ("u"). Contoh kata: 1. 読む = よむ = yomu = membaca 2. 書く = かく = kaku = menulis 3. 飛ぶ = とぶ = tobu = terbang |
3.
|
形容詞
(keiyoushi = kata sifat berakhiran い "i" = -i adjective) |
Sifat:
1. mengalami konjugasi (perubahan bentuk kata) 2. bentuk dasar/kamusnya selalu diakhiri dengan hiragana kolom い ("i"). Contoh kata: 1. 新しい = あたらしい= atarashii = baru 2. 高い = たかい = takai = tinggi 3. 早い = はやい = hayai = cepat. |
4.
|
形容動詞
(keiyoudoushi = kata sifat -na "な" = -na adjective) |
Sifat: 1. diakhiri dengan だ "da" (atau bentuk lain yang masih berhubungan dengan "da", termasuk な "na" jika keiyoudoushi diikuti oleh kata benda yang diterangkannya). 2. mengalami konjugasi (perubahan bentuk kata) layaknya perubahan (だ)"da". Contoh kata: 1. きれいだ = きれいだ= kireida = cantik. 2. 元気だ= げんきだ = genkida = sehat. 3. 静かだ= しずかだ = shizukada = tenang. jika dipakai untuk menerangkan kata benda, "da" menjadi "na", contohnya sebagai berikut: 1. きれいな かお = kireina kao = cantik + wajah = wajah yang cantik 2. げんきな からだ = genkina karada = sehat + badan = badan yang sehat. 3. しずかな こころ = shizukana kokoro = tenang + hati = hati yang tenang. |
5.
|
数詞
(suushi = kata untuk hitungan = counter) |
Sifat: 1. ekspresi untuk menyatakan hitungan. 2. tidak mengalami konjugasi (perubahan bentuk kata) Contoh kata: 1. 一人 = ひとり= hitori = satu orang 2. 一つ = ひとつ = hitotsu = satu 3. 三本 = さんぼん = sanbon = tiga batang |
6.
|
副詞
(fukushi = kata keterangan = adverb) |
Sifat: 1. digunakan di depan kata kerja dan kata sifat atau untuk memperkenalkan frasa tertentu. 2. tidak mengalami konjugasi (perubahan bentuk kata) Contoh kata: 1. ちょっと = chotto = sebentar 2. よく = yoku = dengan baik 3. なかなか= = nakanaka = dengan sangat |
7.
|
連体詞
(rentaishi = penjelas kata benda) |
Sifat: 1. digunakan di depan kata benda. 2. tidak mengalami konjugasi (perubahan bentuk kata) Contoh kata: 1. この;その;あの;どの = kono; sono; ano; dono = yang ini; yang itu; yang itu (jauh di sana); yang mana 2. ここ;そこ;あそこ;どこ = koko; soko; asoko; doko = di sini; di situ; di sana; di mana 3. いろんな= = ironna = berbagai macam |
8.
|
接続詞
(setsuzokushi = kata penghubung = conjunction) |
Sifat: 1. menghubungkan antarkalimat. 2. tidak mengalami konjugasi (perubahan bentuk kata) Contoh kata: 1. ~ ば = -ba = ..... jika ... 2. けど = kedo = ..., tetapi ... 3. だから= dakara = ..., olah karena itu ... |
9.
|
感動詞
(kandoushi = kata seru = interjection) |
Sifat: 1. terkadang mengekspresikan emosi. 2. tidak mengalami konjugasi (perubahan bentuk kata) Contoh kata: 1. はい;いいえ = hai; iie = ya; tidak 2. あのう = anou = mmm, maaf 3. ええと = = eeto = mmmm |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar