Kamis, 27 Juni 2013

GRAMATIKA BAHASA JEPANG



A. Pengertian Gramatika Bahasa Jepang
Berdasarkan perbedaan siswa yang mempelajarinya, gramatika bahasa Jepang dibedakan menjadi Nihongo Bunpou  dan Kokugo Bunpou. Menurut Iwabuchi Tadasu, gramatika sebagai aturan-aturan mengenai bagaimana menggunakan dan menyusun kata-kata menjadi sebuah kalimat. Selain itu, aturan –aturan bagaimana menyusun beberapa bunsetsu untuk membuat sebuah kalimat pun disebut gramatika. Gramatika sering diartikan sebagai aturan-aturan menyusun bentuk satuan bahasa tertentu. Yang dimaksud bahasa tertentu dapat berupa bahasa Jepang, bahasa Inggris dan bahasa lainnya. Sedangkan bentuk satuan bahasa mengacu pada kata, klausa, kalimat wacana,dan sebagainya.

Gramatika bahasa Jepang dapat dibagi menjadi beberapa bagian,berdasarkan zaman pemakaianKoogo Bunpou( gramataika modern) dan bungo bunpo(gramatika klasik) Berdasarkan zaman pemakaiannya, gramatika bahasa Jepang dibedakan menjadi di antaranya gramatika bahasa Jepang klasik zaman Nara dan gramatika bahasa Jepang klasik zaman Heian.
Di dalam  perbedaan para ahli di dalam gramatika zaman modern, yaitu Otsuki Bunpou, Yamada Bumpou, Matsushita Bunpou,Tokieda Bunpou, dan Hashimoto Bunpou. Jenis kata dalam bahasa Jepang dikenal dengan istilah hinshi(品詞), berdasarkan perkembangannya pengklasifikasian jenis kata bahasa Jepang mengalami beberapa perubahan. Sehubungan dengan hal tersebut, Yasuo (1985 : 543 – 546 dalam Sudjianto) mengemukakan bahwa pengklasifikasian jenis kata dalam gramatika bahasa Jepang berdasarkan para pakarnya diklasifikasikan dalam 5 kelompok gramatika yaitu :
1. Otsuki bunpoo (Otsuki Fumihiko, 1847 – 1928)
2. Yamada Bunpoo (Yamada Yashio, 1873 – 1958)
3. Matsushita Bunpoo (Matsushita Daisaburo, 1887 - 1935)
4. Takieda Bunpoo (Takieda Mitoki, 1900 – 1967)
5. Hashimoto Bunpoo ( Hashimoto Shinkichi, 1982 – 1945)
Pemikiran dari masing-masing pakar yang disebutkan di atas dalam mengklasifikasi jenis kata sebenarnya tidak terlalu berbeda, tetapi yang menjadi perbedaannya adalah jumlah jenis kata yang mereka klasifikasikan ke dalam jenis kata yang lebih detail.
Di bawah ini akan saya paparkan masing-masingklasifikasi jenis kata berdasarkan 5 kelompok gramatika adalah sebagai berikut:
1. Otsuki bunpoo (Otsuki Fumihiko, 1847 – 1928)

Dalam Otsuki bunpoo, jenis kata yang dikelompokkan tidak diketahui secara jelas jumlahnya.
2. Yamada Bunpoo (Yamada Yashio, 1873 – 1958)

Yamada Yashio mengklasifikasi jenis kata ke dalam 14 jenis meliputi Meishi, Daimeishi, Sushi, Dooshi, Keiyooshi, Sonzaishi, Keishiki Dooshi, Keishiki Keiyooshi, Jotai Fukushi, Teido Fukushi, Chinjutsu Fukutsu, Setsuzoku Fukushi, Kandooshi dan Joshi. Pengklasifikasian dari Yamada Yoshio lebih menitik beratkan pada fukushi „kata keterangan‟ secara detail.
3. Matsushita Bunpoo (Matsushita Daisaburo, 1887 - 1935)
Matsushita mengklasifikasi jenis kata ke dalam 6 jenis, meliputi Meishi, Dooshi, Rentaishi, Kandooshi, Fukushi dan Fukumeishi.
4. Takieda Bunpoo (Takieda Mitoki, 1900 – 1967)
Takieda Mitoki mengklasifikasi jenis kata ke dalam 10 jenis, meliputi Dooshi, Keiyooshi, Keiyooshi meishi, Fukushi, Rentaishi, Setsuzokushi, Kandooshi, Jodooshi dan Joshi.
5. Hashimoto Bunpoo ( Hashimoto Shinkichi, 1982 – 1945)
Hashimoto Shinkichi mengklasifikasi jenis kata ke dalam 9 jenis, meliputi Dooshi, Keiyooshi, Meishi (di dalamnya termasuk Daimeishi dan Sushi), Fukushi, Rentaishi, Setsuzokushi, Kandooshi, Jodooshi dan Joshi.  Bungo Bunpou ( gramatika klasik)
Gramatika penting untuk dipahami. Hal ini akan memudahkan dalam memahami lebih dalam bahasa Jepang.

B. Tango, Bunsetsu, Bun, Danraku dan Bunshoo
1.        Tango
Tango atau disebut juga go merupakan satuan terkecil yang membentuk kalimat ( bun). Dalam  kalimat, Watashi wa mainichi gakkou e ikimasu, terdapat tujuh tango, yaitu  watashi, wa, mainichi, gakkou, e, iki, masu. Jadi, tango dapat diartikan sebagai kata. Tango atau go dapat dibagi menjadi jiritsugo (morfem bebas) dan fuzokugo (morfem terikat). Jiritsugo dapat membentuk bunsetsu, sedangkan fuzokugo tidak dapat membentuk bunsetsu.
2.        Bunsetsu
Bunsetsu merupakan satuan kalimat yang lebih besar dari tango yang pada akhirnya dapat membentuk sebuah kalimat (bun).
Contoh: sakurano-hanaga-saita
Dari contoh diatas dapat disimpulkan juga bahwa bunsetsu adalah satuan bahasa yang merupakan bagian-bagian kalimat. Sehingga bunsetsu menjadi dassar kalimat-kalimat bahasa Jepang.
3.      Bun
Dalam Bahasa Indonesia bun disebut juga kalimat. Bentuk kalimat juga sangat bervariasi dan tidak ada aturan-aturannya yang khusus. Memang subjek dan predikat menjadi bagian yang sangat penting dalam sebuah kalimat tapi bukan menjadi syarat mutlak. Sebab, ungkapan-ungkapan seperti,  Anata ga? yang tidak memiliki predikat, watashi desu yang tidak memiliki subjek dan Ame yang tidak jelas hubungan subjek-predikatnya pun termasuk sebuah kalimat.
 Pada umumnya yang dimaksud dengan kalimat adalah bagian yang memiliki serangkaian makna yang ada di dalam suatu wacana yang dibatasi dengan tanda titik. Dalam ragam lisan ditandai dengan penghentian pengucapan.
Iwabuchi Tadasu mengklasifikasikan kalimat berdasarkan perbedaan sikap penuturnya dan perbedaan strukturnya.
·         Berdasarkan perbedaan sikap penuturnya
1)      Heijobun:kalimat berita (Are wa Tanaka san da)
2)      Gimonbun : kalimat tanya (Anata ga Tanaka san desu ka)
3)      Meireibun : kalimat perintah (Tanaka san mouichido yominasai)
4)      Kandoobun : kalimat seru (kesan)(Totemo kirei danaa)
·         Berdasarkan perbedaan strukturnya
1)      Tanbun (kalimat tunggal/kalimat pendek)(Kore wa sakura no ki da)
2)       Fukubun (kalimat bertingkat)(Yuki no furu kisetsu ga yatte kita)
3)      Juubun (kalimat perbandingan (?) (Ani wa daigakusei de, otooto wa chuugakusei desu)
Menurut Matsuoka Hiroshi, kalimat dikalsifikasikan sebagai berikut:
·         Berdasarkan jumlah klausa (setsu) yang membentuk.
1)      Tanbun, dibentuk dari satu klausa (setsu). Contoh: keiko san ga kinou kikoku shita.
2)      Fukubun, dibentuk dari beberapa klausa (setsu). Contoh: Keiko san ga kinou kikuko sh ita node, uchi ga nigiyaka ni natta.
·         Berdasarkan kelas kata yang menjadi predikat kalimat tersebut.
1)      Dooshibun, kalimat yang predikatnya kata kerja.
2)      Keiyooshibun, kalimat yang predikatnya kata sifat.
3)      Meishibun, kalimat yang predikatnya kata benda.
·         Berdasarkan fungsi ungkapannya.
1)      Meireibun> hayaku koi.
2)      Ishibun> watashi wa ashita kikoku suru tsumori desu.
3)      Ganmoobun> atatakai udon ga tabetai.
4)      Heijobun> kono tomato wa shinsen da/ shinsen dewanai.
5)      Heijobun> tanaka san wa konai.
6)      Gimonbun> kyoo wa nanyoobi desu ka.
7)      Iraibun> Permohonan(hon wo totte kudasai)
8)      Kan’yuubun(ajakan) Isshouni tabemasenka!
4.        Danraku dan Bunshoo
Danraku merupakan sekelompok bun yang saling berkaiatan yang mengungkapkan hal yang lebih lengkap (paragraph). Dapat juga sebagai bagian –bagian terbesar dalam sebuah bunshoo.
Cara membentuk sebuah danraku : 
1)      Dengan konjungsi pada awal kalimat berikutnya. Berdasarkan jenis-jenis konjungsi yang dipakai, maka akan terbentuk hubungan-hubungan junsetsu(klausa tambahan:atama ga itai desukara doko e mo ikemasen), gyakusetsu, tenka, setsumei, sentaku, tankan, dan sebagainya. (tanya)

2)      Membentuk hubungan diantara 2 buah kalimat dengan cara menunjukkan hal-hal yang ada pada kalimat sebelumnya dengan menggunakan kata penunjuk tertentu. Seperti, sore, kono ten (tanya), zensha, dan sebagainya.

3)      Membentuk hubungan diantara  2 buah kalimat dengan cara menggunakan kata-kata atau ungkapan-ungkapan yang sama yang ada pada kalimat sebelumnya.

4)      Membentuk hubungan 2 kalimat dengan mengupayakan cara-cara pemilihan joshi, jodoshi, hoojoo dooshi
5)      Dengan menyamakan bentuk ungkapan predikat kalimat sebelumnya.
Contoh: yama wa yama no nioi ga suru. Shinsenna nioi ga suru.
6)      Dengan menggunakan kata-kata yang menyatakan waktu, tempat, dan sebagainya yang ada pada kalimat sebelumnya pada kalimat berikutnya secara kontras.
7)      Dengan menggunakan kata-kata yang menyatakan urutan, seperti daiichi wa…, daini…; mazu…, tsugi…; dan sebagainya.
8)      Dengan hubungan makna kalimat

            Apabila sejumlah danraku memiliki makna yang saling berkaitan disambungkan maka akan menjadi sebuah bunshoo (wacana). Maka dapat disimpulkan bunshoo merupakan kumpulan kalimat yang secara keseluruhan memiliki sebuah kesimpulan. Hayashii Ookii membedakan bunshoo dan danwa. Jika bunshoo adalah kumpulan kalimat yang ditulis, sedangkan danwa adalah yang diucapkan.

C. Kelas Kata dalam Gramatika Bahasa Jepang
            Tango dibagi menjadi dua bagian besar yaitu jiritsugo dan fuzokugo. Meishi, dooshi, i-keiyooshi, na-keiyooshi, fukushi, rentaishi, setsuzokushi, dan kandooshi merupakan kelas kata yang dengan sendirinya dapat menjadi bunsetsu, sehingga kata-kata ini masuk dalam kelompok jiritsugo. Sedangkan yang termasuk dalam fuzokugo sebagai kata yang tidak dapat dengan sendirinya membentuk bunsetsu adalah joshi dan jodooshi.
            Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dalam bahasa Jepang terdapat 10 kelas kata, 8 kelas kata merupakan jiritsugo, dan 2 lagi merupakan fuzokugo.
1.        Dooshi
1)        Pengertian dan ciri-ciri
Dooshi adalah kata yang menyatakan aktivitas, keberadaaan, dan keadaan. Dooshi dapat mengalami perubahan dan dengan sendirinya dapat menjadi predikat (Nomura, 1992 : 158). Contoh:
a.     Amirusan wa Nihon e iku. “Amir (akan) pergi ke Jepang.”
Kata iku merupakan dooshi yang menyatakan aktivitas.
b.    Tsukue no ue ni rajio ga aru. “Di atas meja ada radio.”
Kata aru merupakan dooshi yang menyatakan keberadaan.
c.     Indoneshia wa shigen ni tondeiru. “Indonesia kaya akan sumber alam.”
Kata tondeiru (tomu) merupakan dooshi yang telah mengalami perubahan dan menyatakan keadaan. (tanya)
Dooshi merupakan jiritsugo, dapat membentuk sebuah bunsetsu walau tanpa bantuan kelas kata lain, bahkan dengan sendirinya memiliki potensi untuk menjadi sebuah kalimat.
Dooshi juga dapat menjadi keterangn bagi kelas kata lainnya dalam suatu kalimat, dalam bentuk kamus selalu diakhiri dengan vokal /u/, dan memiliki bentuk perintah.
2)        Jenis-Jenis Dooshi
Jenis dooshi memiliki banyak istilah, diantaranya ada yang menunjukkan jenis dooshi sebagai berikut (Shinizu, 2000 : 45):
a.     Jidooshi
Dooshi yang tidak mempengaruhi orang lain. Seperti iku ‘pergi’, kuru ‘datang’, okiru ‘bangun’, dan sebagainya.
b.    Tadooshi
Dooshi yang mempengaruhi pihak lain. Seperti okosu ‘membangunkan’, nekasu ‘menidurkan’, shimeru ‘menutup’, dan sebagainya.
c.         Shodooshi
Dooshi yang memasukkan pertimbangan pembicara, maka tidak dapat diubah ke dalam bentuk pasif dan kausatif. Selain itu, tidak memiliki bentuk perintah dan ungkapan kemauan. shodooshi (verba yang tidak dapat dibuat bentuk pasif) adalah aktifitas tersebut bukan menjadi tanggungjawab dan kemampuan si pelakunya.
Diantara kata-kata yang termasuk kelompok ini, kelompok dooshi yang memiliki makna potensial seperti ikeru dan kikeru disebut kanoo dooshi ‘verba potensial’.
Selain jenis dooshi diatas, Terada Takano (1984 : 80-81) menambahkan beberapa jenis dooshi, diantaranya:
a.     Fukugo dooshi
Dooshi yang terbentuk dari gabungan dua buah kata atau lebih. Gabungan kata itu dianggap sebagai satu kata. Contoh:
Hanashiau ‘berunding
(dooshi + dooshi)
Choosa suru ‘menyelidiki’
(meishi + dooshi)
Chikayoru ‘mendekati’
(keiyooshi + dooshi)

b.    Haseigo toshite no dooshi
Dooshi yang memakai prefiks atau terbentuk dari kelas kata lain dengan menambahkan sufiks. Kata tersebut dianggap sebagai satu kata. Contoh :
samugaru
‘merasa kedinginan’
asebamu
‘berkeringat’
nagasa
‘panjangnya’
c.     Hojo dooshi
Dooshi yang menjadi bunsetsu tambahan. Contoh:
Rooka ni gomi ga sutete aru.
‘di koridor ada sampah yang dibuang’
Tori ga sora o tonde iru.
‘burung terbang di udara’
Ani ni suugaku o oshiete morau.
‘saya belajar matematika dari kakak laki-laki saya’
Verba yang dicetak tebal berfungsi membantu verba bagaian sebelumnya dan menjadi bagian dari predikat . Itulah yang disebut hojo dooshi
3)        Bentuk Konjungsi Verb
Dalam gramatika bahasa Jepang terdapat istilah katsuyookei (bentuk konjugasi). Katsuyookei terdapat enam macam, yaitu (lihat Masao, 1989 : 150):
a.       Mizenkei menyatakan bahwa aktivitas belum dilakukan atau belum terjadi sampai sekarang. Bentuk ini diikuti u, yoo, nai, seru, saseru, reru, atau rareru.  末然形 ‘mizenkei’, yaitu perubahan verba didalamnya mencakup bentuk menyangkal (bentuk NAI), bentuk maksud (bentuk OU/YOU). Bentuk pasif (RERU) dan bentuk menyuruh (bentuk SERU).
b.      Ren’yookei, menyatakan kemajuan atau kelanjutan suatu aktivitas. Maka bentuk ini pun dapat diikuti yoogen yang lain seperti pada kata yomihajimeru ‘mulai membaca’. Bentuk ini diikuti masu, ta, da, tai, te, atau nagara. 連用形 ‘renyoukei’, yaitu perubahan bentuk verba yang mencakup bentuk sopan (bentuk MASU), bentuk sambung (bentuk TE), dan bentuk lampau (bentuk TA).

c.       Suushikei, bentuk dasar verba yang dipakai pada waktu mengakhiri ujaran. Bentuk ini diikuti kata ka atau kara. 終止形 ‘shuushikei’, yaitu verba bentuk kamus atau yang digunakan diakhir kalimat.
d.      Rentaikei, bentuk yang diikuti taigen seperti toki, koto, hito, dan sebagainya. Dapat diikuti juga dengan yooda, bakari, kurai, gurai, no, dan sebagainya.
e.       Kateikei, menyatakan makna pengandaian, merupakan bentuk yang diikuti ha. 仮定形 ‘kateikei’, yaitu perubahan verba ke dalam bentuk pengandaian (bentuk BA).
  1. 命令形 ‘meireikei menyatakan makna perintah, merupakan bentuk pada waktu mengakhiri ujaran yang bernada perintah.
Dari jenis-jenis perubahan diatas,dapat kita lihat perubahan bentuk verba secara umum dalam bahasa Jepang pada tabel berikut ini :
Kel
Bentuk KAMUS
BENTUK MASU
BENTUK MASEN
BENTUK MASHITA
BENTU MASENDESHITA
I
買う
ka-u
立つ
ta-tsu

する
su
-
ru
くる
ku-
ru

買いません
ka-i-
masen
立ちません
ta
-
ti
-
masen

買いました
ka-i-
masita
立ちました
ta
-
ti
-
mashita

買いませんでした
ka-i-
masendesita
立ちませんでした
ta
-
ti
-
masendesita

II
見る
mi-ru
起きる
oki-ru

見ます
mi
-
masu
起きます
oki-
masu

見ません
mi
-
masen
起きません
oki-
masen

見ました
mi
-
masita
起きました
oki-
mas
ita

見ませんでした
mi
-
masendesita
起きませんでした
oki-
masendesita

III
する
su-ru
くる
ku-ru

します
si
-
masu
きます
ki
-
mas
u

しません
si
-
masen
きません
ki
-
masen

しました
si
-
masita
きました
ki
-
masita

しませんでした
si
-masendeshita
きませんでした
ki
-masendeshita



2.        I-keiyooshi (Adjektiva-i)
1)        Pengertian I-keiyooshi
I-keiyooshi sering juga disebut keiyooshi yaitu kelas kata yang menyatakan sifat atau keadaan sesuatu, dengan sendirinya dapat menjadi predikat dan dapat mengalami perubahan bentuk (Kitahara, 1995 : 82).
Dapat membentuk bunsetsu walau tanpa bantuan kelas kata lain.  Kata yang termasuk i-keiyooshi selalu diakhiri silabel /i/ dalam bentuk kamusnya, dapat menjadi predikat, dan dapat menjadi kata keterangan.
2)        Jenis-jenis I-keiyooshi
Pada umumnya dibagi menjadi 2 macam (Shimizu, 2000 : 46), yaitu:
a.    Zokusei keiyooshi : kelompok adjektiva-i yang menyatakan sifat atau keadaan  secara objektif, contoh: takai ‘tinggi/mahal’, nagai ‘panjang’, hayai ‘cepat’, dan sebagainya.
b.    Kanjoo keiyooshi: kelompok adjektiva-i yang menyatakan perasaan atau emosi secar subjektif, contoh: ureshii ‘senang’, kanashii ‘sedih’, kowai ‘takut’, dan sebagainya.
Dengan sendirinya dapat menjadi predikat, dan dapat mengaami perubahan bentuk. Dapat membentuk bunsetsu tanoa bantuan kelas kata lain (chisakute), dapat menjadi kata keterangan yang menenrangkan kata lain(chiisai kaban).
3.        Na-keiyooshi (adjektiva-na)
1)        Pengertian Na-keiyooshi
Na-keiyooshi sering juga disebut keiyoodooshi (termasuk jiritsugo) yaitu kelas kata yang dengan sendirinya dapat membentuk sebuah bunsetsu, dapat berubah bentuknya (termasuk yoogen), dan bentuk shuuhikei nya berakhir dengan da atau desu serta dapat menjadi kata keterangan. Dinamakan keiyoodooshi karena perubahannya mirip dengan dooshi dan artinya mirip dengan keiyooshi (Iwabuchi, 1989 : 96).
2)        Jenis-jenis Na-keiyoshi
Diklsifikasikan sebagai berikut (Shimizu, 2000 : 46-47):
a.     Keiyodooshi yang menyatakan sifat, contoh: shizukada ‘tenang/sepi’, kireida ‘indah/cantik/bersih/bersih’, dan sebagainya.
b.    Keiyoudooshi yang menyatakan perasaan, contoh: iyada ‘muak/tidak senang’ , fushigida ‘aneh’, sukida ‘suka’, dan sebagainya.
4.        Meishi (Nomina)
1)        Pengertian Meishi
Meishi adalah kata-kata yang menyatakan orang, benda, peristiwa, dan sebagainya, tidak mengalami konjugasi, dan dapat dilanjutkan dengan kakujoshi (Matsuoka, 2000 : 342).
Meishi disebut juga taigen, dalam suatu kalimat dapat menjadi subjek, predikat, keterangan, dan sebagainya. (Hirai, 1989 : 148).
Menurut Mutakano Motojiro (1986 : 25-26) meishi adalah:
ü Merupakan jiritsugo
ü Tidak mengalami perubahan bentuk (konjugasi)
ü Dapat membentuk bunsetsu dengan ditambah paritikel ga, wa, o, no, ni, dan sebagainya.
ü Dapat menjadi subjek
ü Disebut juga taigen sebagai lawan yoogen
ü Dilihat dari sudut pandang artinya dapat dibagi menjadi empat macam yakni futsuu meishi, koyuu meishi, daimeishi, dan suushi
Nomina dapat menjadi  subjek, ketika diikuti partikel wa, ga, dan sebagainya. Contoh:
·       Fujisan wa totemo kirei desu.
·       Raishuu mo Jakaruta e iku.
·       Amirusan dake Nihon e iku.
Nomina dapat menjadi predikat, ketika diikuti partikel yo, verba bantu yooda (no yooda/ no yoodesu), dan sebagainya. Contoh:
·      Sore wa Tanakasan no jitensha yo.
·      Ashita wa yasumi da.
·      Sore wa watashi no hon desu.
Nomina dapat menjadi keterangan, misalnya pada nihongo no hon ‘Buku bahasa Jepang’, jidoosha no zasshi ‘Majalah otomotif’, dan doitsu no kuruma ‘Mobil Jerman’. Yang masing-masing menerangkan nomina hon ‘buku’, zasshi ‘mjalah’, dan kuruma ‘mobil’ yang ada paada bagian berikutnya setelah disisipi dengan partikel no.
Contoh lainnya:
·       Indoneshia kara kimashita.
·       Michi o arukimasu.
·       Tomodachi to ikimasu.
Nomina yang digaris bawahi diatas masing-masing menerangkan verba kimashita, arukimasu, dan ikimasu.
2)        Jenis Meishi
Terada Takano (1984 : 49-51) membagi meishi menjadi lima macam sebagai berikut:
a.     Futsuu meishi
Nomina yang menyatakan nama-nama benda, barang, peristiwa, dan sebagainya yang bersifat umum misalnya:
yama
‘gunung’
hon
‘buku’
gakkou
‘sekolah’
jinsei
‘kehidupan manusia‘
sekai
‘dunia’
hoshi
‘bintang’
tsukue
‘meja’
benkyou
‘pelajaran’

b.    Koyuu meishi
Nomina yang menyatakan nama-nama yang menunjukkan benda secara khusus seperti nama daerah, nama negara, nama orang, nama buku, dan sebagainya. Misalnya:
Yamata
Yamato
Chuugoku
China
Fujisan
Gunung Fuji
Taiheiyoo
Samudra Pasifik
Murasaki Shikibu
Murasaki Shikibu
c.     Suushi
Nomina yang menyatakan bilangan, jumlah, kuantitas, urutan, dan sebagainya, misalnya:
ichi
satu
mittsu
tiga
gohon
lima batang
shichinin
tujuh orang
daiichi
kesatu
Ke dalam jenis meishi ini termasuk juga kata-kata seperti ikutsu, ikura, nankai, nanbanme, dan sebagainya.
d.    Keishiki meishi
Nomina yang menerangkan fungsinya secara formalitas tanpa memiliki hakekat atau arti yang sebenarnya sebagai nomina.
koto
hazu
tame
mama
wake
toori

e.     Daimeishi
Kata-kata yang menunjukkan sessuatu secara langsung tanpa menyebutkan nama orang, benda, perkara, arah, tempat, dan  sebagainya. Kata-kata yang dipakai untuk menunjukkan orang disebut ninshoo daimeishi (pronomina persona), sedangkan yang menunjukkan selain orang disebut shiji daimeishi (pronomina penunjuk).
Di dalam kelas kata nomina termasuk juga nomina-nomina yang telah mengalami afiksasi yaitu nomina-nomina yang telah dibubuhi prefiks dan/ atau sufiks tertentu, misalnya:
gakuseitachi
‘para mahasiswa’
hayasa
‘kecepatan’
okane
‘uang’
gorenraku
‘hubungan, pemberitahuaan’
otsukisama
‘bulan,
Kelas kata nomina termasuk juga nomina majemuk yaitu nomina yang terbentuk dari gabungan beberapa kata dan dianggap sebagai satu kata. Seperti aozora ‘langit biru’, akimatsuri ‘festival musim gugur’ disebut fukugo meishi.
5.        Rentaishi (Prenomina)
1)        Pengertian Rentaishi
Merupakn kelas kata yang termasuk kelompok jiritsugo yang tidak mengenal konjugasi yang digunakan hanya untuk menerangkan nomina.  Jadi tidak dapat menjadi subjek atau predikat dan tidak dapat dipakai untuk menerangkan yoogen.  Contoh:
Kono konpyuutaa wa koshoo shite imasu.
Komputer ini rusak.
Kata kono hanya menerangkan nomina konpyuutaa  yang menjadi subjek pada kalimat tersebut.
2)        Macam-macam Rentaishii
Terada Takanao menyebutkan beberapa pola sebagai cara mengklasifikasikan rentaishi sebagai berikut:
a.     Yang berpola ‘...no’ atau ‘...ga’, misalnya:
kono michi
jalan ini
ano hito
orang itu
sono hon
buku itu
dono hana
bunga yang mana
b.    Yang berpola ‘...ru’, misalnya:
aru hi
‘suatu hari’
saru muika
‘tanggal 6 yang lalu’
kitaru tooka
‘tanggal 10 yang akan datang’
ikanaru riyuu de
‘dengan alasan apapun’
c.     Yang berpola ‘...na’, misalnya:
ookina ka
‘pohon besar’
chiisana mi
‘buah kecil’
okashina katachi
‘bentuk yang aneh’
d.    Yang berpola ‘...ta’, misalnya:
tatta ippon
‘hanya satu batang’
taishita sakubun
‘karya yang hebat’
tonda sainan
‘kecelakaan yang tidak terduga’
6.        Fukushi (Adverbia)
1)        Pengertian Fukushi

Fukushi adalah kata- kata yang menerangkan verba, ajektiva, serta adverbia lainnya yang tidak dapat berubah, dan dapat berfungsi menyatakan keadaan atau derajat suatu aktivitas, suasana, atau perasaan pembicara. ( Matsuoka, 2000 : 344). Namun selain itu fukushi juga dapat menerangkan nomina. Fukushi tidak dapat menjadi subjek.
2)        Jenis-jenis Fukushi
Terdapat berbagai pendapat mengenai jenis – jenis fukushi. Perbedaannya terutama terletak pada nama- nama (istilah) jenis fukushi tersebut. Salah satu pendapat, menurut Terada Nakano membagi fukushi menjadi tiga macam sebagai berikut :
a.     Jootai no Fukushi
Jootai no fukushi berfungsi menerangkan keadaan verba yang ada pada bagian berikutnya,misalnya :
Shikkari (to) nigiru
“memegang dengan kuat”
Yukkuri (to) aruku
“berjalan dengan pelan – pelan”
Hakkiri (to) mieru
“ terlihat dengan jelas”
Sotto chikazuku
“mendekati dengan diam- diam”
b.    Teido no fukushi
Teido no fukushi berfungsi, terutma menerangkan tingkat, taraf, kualitas atau  derajat keadaan yogen (verba, ajektifa-i, ajektifa-na) yang ada pada bagian berkutnya, misalnya:
Sukkoshi samu 
“ agak dingin”
Taihen shinsetsu da
“ Sangat baik hati”
Kanari Takai
“agak mahal”
Ikubun raku natta
“ (sudah) agak menyenangkan
Di dalam fukushi jenis ini, selain terdapat fukushi yang menerangkan yoogen, terdapat juga fukushi yang menerangkan adverbia dan nomina, misalnya :
Kanari bakkari mieru
“ Terlihat agak jelas”
Motto shikkari yare
“Lakukan dengan lebih baik lagi”
Sukoshi migi no hou da
“Sebelah kanan sedikit”
Zutto izen no koto da
“Kejadian dulu kala”
c.     Chinjutsu no Fukushi
Chinjutsu no fukushi adalah fukushi yang memerlukan cara pengucapan  khusus, disebut juga jojutsu no fukushi atau koo’o no fukushi.
Keshitte makenai
“Sama sekali tidak akan kalah”
Totemo ma ni awanai
“Benar- benar tidak akn keburu”
Doozo ohairi kudasai
“Silahkan masuk”
Marude yume no yooda
“Seolah-olah bagaikan mimpi”
Osoraku ame ga furu daroo
“Mungkin akan turun hujan”
Moshi shippai shitara doo suru
“Bagaiman kalau gagal”
Masaka sonna koto wa arumai
“Masa ada hal semacam itu”
Tatoe ame ga futtemo dekakeru

“Walaupun turun hujan saya akan pergi”
Dooshite shippai site nouka
“Kenapa gagal?”
3)        Onomatope ( giseigo/giongo dan gitaigo)
Diantara adverbia yang dijelaskan sebelumnya terdapat adverbia yang mengambarkan bunyi atau suara dan ada juga adverbia yang menyatakan suatu keadaan. Adverbia  yang mengambarkan bunyi atau suara disebut giseigo, sedangkan yang menyatakan suatu keadaan disebut gitaigo. Kedua istilah inilah yang disebut onomatope.
Kata-kata seperti wanwan, gatagoto, katachinkatachin dan sebagainya disebut giseigo (giogo). Kata- kata tersebut menunjukkan bunyi atau suara dengan cara menirukan bunyi yang dikeluarkan oleh suatu benda, manusia atau binatang. Sebagai kata yang menyerupai giseigo terdapat kata-kata yang menyatakan keadaan suatu hal/perkara seperti kata-kata fuwafuwa, bon’yori dan sebagainya. Kata- kata ini disebut gitaigo ( Iwabuchi, 1989 : 73-74)
7.        Kandooshi (Interjeksi)
            Apabila melihat bagian klasifikasi kelas kata pada bagian terdahulu, dapat kita lihat bahwa kandooshi adalah salah satu kelas kata yang termasuk jiritsugo yang tidak dapat berubah bentuknya, tidak dapat menjadi subjek, keterangan, maupun konjungsi. Namun dengan sendirinya dapat menjadi sebuah bunsetsu walaupun tanpa bantuan kelas kata lain. Menurut Shimizu Yoshiaki (2000 : 50), sesuai dengan huruf yang dipakai untuk  menuliskannya, di dalam kata ini terkandung perasaan seperti rasa terkejut, gembira, selain itu di dalamnya terkandung juga kata-kata yang menyatakan panggilan atau jawaban terhadap orang lain.
a.     Kandooshi yang menyatakan perasaan (ara, maa, oya, hora, aa, oo, dan sebagainya). Ara dan maa termasuk ragam bahasa wanita, sedangkan oya termasuk ragam bahasa pria.
b.    Kadooshi yang menyatakan panggilan atau jawaban terhadap orang lain (moshi moshi, hai, iie, dan sebagainya).
Iwabuchi Tadasu menyebutkan bahwa, oleh karena banyak kandooshi yang secara langsung menyatakan perasaaan gembira, maka kelas kata ini sering dipakai di dalam ragam bahasa lisan. Kandooshi di dalam bahasa Jepang modern terdiri dari tiga macam yakni :
a.       Kandooshi yang menyatakan rasa haru (aa, ara, oyaoya, chikushoo, hatena, are, dore).
b.      Kandooshi yang menyatakan panggilan (moshi, kora, kore, nee, saa, hora)
c.       Kandooshi yang menyatakan jawaban (hai, iie, un)
Selain itu, ada juga pendapat yang menyatakan bahwa jenis ungkapan-ungkapan persalaman seperti ohayoo, konnichiwa, dan sayoonara termasuk pada kandooshi (Iwabuchi, 1989 : 65-66).
Kandooshi „interjeksi‟
Kandooshi adalah kata yang dapat berdiri sendiri, tidak mengalami konyugasi, dan mengutarakan secara langsung perasaan-perasaan seperti menjawab sesuatu,
panggilan, harapan, rasa kagum penutur, dll., dan diletakkan di akhir sebuah ujaran. Dalam gramatika Tokieda, kandooshi dimasukkan ke dalam kelompok ji. Contoh :
(32) Aa, samui.
„wah, dingin‟
(33) Maa, nante subarashiin deshoo.
waah, alangkah indahnya mungkin
“wah, alangkah indahnya‟
(34) Moshi moshi, kame yo, kame san yo.
halo-halo, kura-kura, kuran-kura,lho.
“ halo-halo 1, ada kura-kura, ada kura-kura lho.‟
(35) Mai, Sato desu ga,…
ya, Sato kopula,
„ Ya, saya Sato,…‟
8.        Setsuzokushi (Konjungsi)
1)        Pengertian Setsuzokushi
Setsuzokushi adalah salah satu kelas kata yang termasuk ke dalam kelompok jintsugo yang tidak dapat mengalami perubahan, tidak dapat menjadi subjek, objek, predikat ataupun kata yang menerangkan kata lain (shuushokugo). Setsuzokushi berfungsi menyambungkan suatu kalimat dengan kalimat lain.
Pengertian setsuzokushi dapat dilihat dari berbagai sudut pandang Berdasarkan cara-cara pemakaiannya setsuzokushi dapat diartikan sebagai kelas kata yang dipakai di antara dua kata, dua bunsetsu, dua ku, dua bun, atau lebih untuk menghubungkan bagian-bagian tersebut. Berdasarkan artinya setsuzokushi dapat dikatakan sebagai kelas kata yang menunjukkan hubungan isi ungkapan sebelumnya dengan isi ungkapan berikutnya. Sedangkan berdasarkan sudut pandang fungsinya,  setsuzokushi merupakan kata yang dipakai setelah ungkapan sebelumnya dan berfungsi untuk mengembangkan ungkapan berikutnya. (Ogawa, 1989 : 141).
Di dalam Tanoshii Nihongo no Bunpoo (Jidoo Gengo Kenkyuukai Henshuu, 1987 : 95), setsuzokushi  dijelaskan dengan cara mengemukakan contoh kalimat seperti berikut :
                        Ame ga furimashita. Sorede, Undookai wa chuushi ni narimashita.
                        “Hujan  turun. Oleh sebab itu pekan olahraga dihentikan”
Dua buah kalimat di atas yaitu Ame ga furimashita ‘hujan turun’ yang menjadi sebab-sebab atau alasan digabungkan dengan kalimat Undookai wa chuushi ni narimashita ‘Undookai dihentikan’ dengan menggunakan konjungsi sorede. Dengan demikian yang disebut setsuzokushi adalah kata yang menangkap isi kata atau kalimat sebelumnya lalu menunjukkan bagaimana kata atau kalimat berikutnya berkembang.
2)        Jenis-jenis Setsuzokushi
Hirai Masao (1989 : 156-157) membagi setsuzokushi menjadi tujuh macam  yakni sebagai berikut :
a.     Heiretsu no setsuzokushi, yaitu setsuzokushi yang dipakai pada saat menunjukkan sesuatu yang berderet dengan yang lainnya yang ada pada bagian sebelumnya. Setsuzokushi yang termasuk kelompok ini misalnya mata, oyobi, dan narabini.
·         Ani oyobi otooto no futari ga kita
‘Kakak laki-laki dan adik laki-laki saya berdua sudah datang’
·         A wa nesshin ni benkyoo shita. Mata asobu koto mo wasurenakatta
‘A sudah belajar dengan sunggah-sungguh. Selain itu bermain juga tidak lupa’

b.     Gyakusetsu no setsuzokushi yaitu setsuzokushi yang dipakai pada saat menunjukkan sesuatu yang ada pada bagian berikutnya yang tidak sesuai, tidak pantas, atau bertentangan dengan sesuatu yang ada pada bagian sebelumnya. Setsuzokushi yang termasuk kelompok ini misalnya daga ga, shiikamo, shikashi, tadashi, keredo (mo) dakedo, demo, desu ga, towa ie, sorenanoni, soreni, shitemo, dan mottomo.
·      Me ga sameta. Demo, mata nemutta.
‘sudah bangun. Tetapi tidur lagi’
·                   Doryoku wa shita. Keredemo, seikoo to wa ienakatta.
‘sudah berusaha. Tetapi tidak berhasil’

c.       Junsetsu no setsuzokushi, yaitu setsuzokushi yang dipakai pada saat menunjukkan hasil, akibat atau kesimpulan yang ada pada bagian berikutnya bagi sesuatu yang ada pada bagian sebelumnya yang menjadi sebab-sebab atau alasannya. Setsuzokushi yang termasuk kelompok ini misalnya dakara, sorede, soreyue, yueni, shitagatte, sokode, suruto, soosuruto, dan sooshite.
·      Yowai ne. Dakara, maketa no sa.
‘Lemah ya. Oleh sebab itu kalah’
·                    Ware omou. Yueni, ware ari.
‘Kita berfikir. Karena itu kita ada ’
d.      Tenka no setsuzokushi, yaitu setsuzokushi yang dipakai pada saat mengembangkan atau menggabungkan sesuatu yang ada pada bagian berikutnya dengan sesuatu yang ada pada bagian berikutnya. Setsuzokushi yang termasuk kelompok ini misalnya soshite, sorekara, katsu, sonoue, soreni, awaseta, sarani, nao, tsugini, shikamo, omakeni, dan mashite.
·         Kita. Soshite, yoku mita
‘Datang. Lalu melihatnya dengan baik’
·         Hara ga hidoku hetta kita. Soreni, samusa mo kibishiku natte kita.
‘Perut saya sangat lapar. Selain itu, cuaca dingin pun semakin hebat’
e.       Hosetsu no setsuzokushi, yaitu setsuzokushi yang dipakai pada saat menambahkan penjelasan atau rincian berkenaan dengan sesuatu yang ada pada bagian sebelumnya. Setsuzokushi yang termasuk kelompok ini misalnya tsumari, sunawachi, tatoeba, nazenara, nantonareba, tadashi, dan mottomo.
·       Dokuritsu no seishi ga taisetsuda. Tsumari, jibun de yaru to iu kangaekata dayo.
‘jiwa berdikari itu penting. Yaitu, pemikiran untuk melakukan sesuatu oleh diri sendiri.
·       Minna ikun dayo. Tatoeba, kimi mo boku mo, koko ni iru zenbu mo da.
‘Semuanya pergi. Misalnya kamu,saya, dan semua orang yang ada di sini.
f.       Sentaku no setsuzokushi yaitu setsuzokushi yang dipakai pada saat menyatakan pilihan antara sesuatu yang ada pada bagian sebelumnya dan yang ada pada bagian berikutnya. Setsuzokushi yang termasuk kelompok ini misalnya matawa, aruiwa, soretomo, dan naishiwa.
·      Pen matawa enpitsu de kaku
‘Menulis dengan bolpoin atau pensil’
g.      Tenkan no setsuzokushi, yaitu setsuzokushi yang dipakai pada saat mengganti atau merubah pokok pembicaraan. Setsuzokushi yang termasuk kelompok ini misalnya sate, tokorode, tokini, tsugini, dan dewa.
a.      Banji umaku itta. Tokorode, sassoku daga, …..
‘segala sesuatunya berjalan dengan lancer. Tetapi, tiba- tiba ….
9.         Jadooshi  (Verba Bantu)
1)        Pengertian jodooshi
Jodooshi adalah kelompok kelas kata yang termasuk fuzokugo yang dapat berubah bentuknya. Kelas kata ini hanya dapat membentuk sebuah bunsetsu apabila dipakai bersamaan dengan kata lain yang dapat menjadi  sebuah bunsetsu secara singkat Terada Taranoa menjelaskan karakteristik jodooshi sebagai berikut :
ü Merupakam fuzokugo
ü Dapat berubah bentuknya
ü Terutama dipakai setelah yoogen dan menambah berbagai macam arti (Terada, 1984 : 140-141). Namun ada juga jodooshi yang dipakai setelah taigen, seperti verba bantu da, desu, atau rashii.

2)        Jenis – jenis jodooshi
Ada beberapa kata yang termasuk jodooshi, yakni (Jidooshi Gengo  Kenkyuukai, 1987 : 97-102)  :
a.    Reru dan rareru (ukemi, kanoo, jibatsu, sonken)
(1)     Ukemi (pasif )
a)   Taro ga chichi ni dakareru .
‘Taro dipeluk oleh ayah
b)   Michiko ga taro ni tasukerareru.
‘Minchiko ditolong oleh Taro’
Pemakaian reru dan rareru sebagai bentuk pasif menunjukkan bahwa aktivitasnya tidak dilakukan oleh diri sendiri (Taroo pada kalimat 1 dan Minchiko pada kalimat 2). Subjek pada kalimat-kalimat di atas adalah orang yang  menerima pelakuan dari orang lain, sedangkan orang yang melakukan aktivitas dinyatakan dengan pelengkap.
(2)   Kanoo ( menyatakan makna potensial untuk melakukan suatu aktivitas)
a)   Koko kara choojo e ikareru
‘Dari sini dapat pergi ke puncak’
b)   Watashi wa asa hayaku okirareru
‘saya dapat bangun pagi dengan cepat.
(3)   Jihatsu (menyatakan makna bahwa suatu kejadian, keadaan, atau dilakukan secara alamiah)
a)    Mukashi no koto ga omowareru
‘Teringat hal-hal yang terjadi dulu’
b)   Haha no byooki ga anjirareru
Kepala rumah sakit pergi  ke tempat lain.
b.    seru dan sareru (kausatif)
a)    Sensei ga minna ni uta o utawaseru.
‘pak guru menyuruh semuanya menyanyikan lagu’
b)   Chichi ga ani o koojoo ni kosaseru
‘Ayah menyuruh kakak laki-laki saya datang ke pabrik’
Kata seru dan saseru menyatakan bahwa aktivitas tersebut merupakan suruhan untuk melakukan suatu kegiatan. Orang yang menyuruh melakukan kegiatan tersebut menjadi subjek dalam kalimat itu.
c.    da dan desu (dantei = keputusan)
a)    ‘kasa jizoo’ wa nihon no minwa da
Kasa jizoo adalah cerita rakyat jepang’
‘Kasa jizoo’ wa nihon no minwa desu.
kasa jizoo adalah cerita rakyat jepang’
b)   Ojiisan wa kasa o ojizoosan ni kabuseta noda
‘kakek memakai payung pada patung dewa pelindung anak’
Kata ‘da’ dan ‘desu’ menyatakan suatu keputusan yang jelas. Pada kalimat yang berpredikat verba dan ajektiva, jodooshi yang menyatakan keputusan kadang-kadang digunakan setelah partikel no sehingga menjadi noda. Selain itu, jodooshi jenis ini pun dapat dipakai pada setsuzokushi atau setsuzokujoshi yang membentuk kalimat majemuk (juubun) dalam bentuk dakara, dakeredomo, dattara, datte, dewa, nara, dan sebagainya.
d.   nai, nu (uchikeshi = negative)
a)    Taroo wa mikan o tabenai
Taro tidak makan jeruk
b)   Watashi wa hon nado yomanu.
Saya  tidak membaca buku.
Makna uchikeshi berbeda dengan hantai (kebalikan, berlawanan), Misalnya lawan kata ‘noboru’ adalah ‘kudaru  tetapi ‘noboranai’ berbeda dengan ‘kudaru’. Noboranai hanya suatu keadaan tidak melakukan kegiatan ‘noboru’. Jadi tidak berarti karena ‘nobaranai’ maka ‘kudaru’. Makna noboranai sekadar bentuk negatif kata noboru.
Kata ‘nu’ biasanya dipakai sebagai kata keterangan daripada dipakai pada akhir kalimat
c)    Kookagaku sumoggu no osoroshisa o shiranu hito wa inai.
‘tidak ada orang yang tidak tahu dahsyatnya asap fotokimia’
Kata ‘nu’ dapat mengalami perubahan yang khas seperti kalimat berikut:
d)   Inu wa karadaugoki mo sezu nanjikan mo tatte ita.
‘Anjing berdiri berjam-jam tanpa menggerakkan badannya’
e)    watashi wa nanto shitemo ikaneba naranai
‘Walaupun bagaimanapun saya harus pergi’
e.    ta (kako = bentuk lampau)
a)    kino, boku wa suika otabeta (kako)
‘kemarin saya makan semangka’
Selain seperti yang dipakai pada kalimat diatas, kata ‘ta’ pun memiliki berbagai macam cara pemakai lainnya seperti pada kalimat berikut.
b)   Ashita hayaku okita hito ni ageyoo. (mirai kanryoo ‘bentuk selesai kala yang akan datang)
‘saya yang akan memberikannya kepada orang yang bangun cepat besok’
c)    Korya, odoroita (danteitekini noberu ‘menyatakan keputusan’)
‘aduh kaget’
d)   Motto sunda iro mo tsukainasai. (jootai o arawasu ‘ menyatakan keadaan’)
Pakailah warna yang lebih terang.
e)    Saa, itta itta.( meirei ‘perintah’)
‘ ayo pergi! Pergi!
f.     rashii (suitei ‘anggapan, dugaan, perkiraan’)
a)    Hanako wa ashita shuppatsu suru rashii.
‘ nampaknya hanako besok akan berangkat’
b)   Ano takai yama wa Fujisan rashii
‘Gunung tinggi itun seperti gunung Fuji’
Kata rashii dipakai pada waktu menduga sesuatu berdasarkan alasan atau dasar tertentu.
g.    u, yoo, daroo (suiryoo ‘perkiraan’, ishi ‘kemauan’)
a)    Ame ga furoo to kamawanai.
‘Kalaupun turun hujan tidak apa-apa’
b)   Gogo miwa sora mo hareyoo.
‘pada siang hari (mungkin) langit pun akan cerah
c)    Asa chichi wa gorufu ni iku daroo
‘ besok ayah mungkin akan pergi main golf.
Berbeda dengan rashii, kata u, yoo, dan daroo dipakai pada ungkapan perkiraan yang sederhana. Apabila subjek pada kalimat orang pertama, maka kata-kata u, yoo, dan daroo dapat menyatakan suatu kemauan (ishii).
d)   Haha ni miyage o kaoo.
‘akan membeli oleh-oleh untuk ibu saya’.
e)    Boku wa goji ni okiyoo.
‘saya akan bangun jam 5’
h.     mai (uchikeshi no suiryoo = perkiraan negarif)
a)    Konna ooyuki dewa anata mo kaeremai.
‘Dengan keadaan salju yang banyak seperti ini anda pun mungkin tidak akan bias pulang’.
Sebagai ungkapan yang sama dengan kata mai, sekarang biasa dipakai kata ‘nai daroo’. Ababila subjek pada kalimat tersebut orang pertama, maka kata mai menyatakan bentuk kemauan negatif (uchikeshi no ishi).
b)   Watashi wa, moo kesshite ikumai
‘saya sama sekali tidak akan pergi lagi’
i.      Sooda (denbun to yootai)
a)    Ano mori niwa tengu ga deru sooda (denbun)
‘katanya di hutan itu ada hantu berhidup panjang’
Denbu adalah jenis jodooshi yang dipakai pada waktu menyampaikan atau memberitahukan lagi berita atau kabar yang didengar dari orang lain kepada orang lain.
j.      Yooda (tatoe ‘perumpamaan’, futashikana dantei ‘keputusan yang tidak pasti’)
a)    Ano yama wa marude Fujisan no yooda (tatoe)
‘Guung itu kelihatannya seperti gunung Fuji’
b)   Oosama no gyooretsu ga chikazuita yooda. (futashikana dantei)
‘Tampaknya iring – iringan raja sudah mendekat’
k.    Tai (kiboo = harapan, keinginan)
a)    Natsuyasumi niwa umi ni ikitai
‘pada waktu liburan musim panas ingin pergi ke laut.
Kata tai dipakai pada waktu menyatakan keinginan atau harapan diri sendiri. Oleh karena itu, yang menjadi subjek pada kalimat tersebut adalah pembicaraan sendiri (orang pertama). Apabila subjek pada kalimat itu orang ketiga maka dipakai kata tagaru
b)   Tenno ga tsuki no sekai ni kaeritagaru.
‘Bidadari ingin pulang ke dunianya di bulan’.
l.      Masu (teinei = halus)
a)    Ame ga furimasu.
‘Hujan akan turun’
Kata masu menyatakan perasaan hormat atau sopan.

katsuyoo no  katachi
imi
kihonkei
mizenkei
ren’yookei
shuushikei
rentaikei
kateikei
meireikei
dooshikei
(ahimo ichidan )

shieki
seru
se
se
seru
seru
sere
sero, seyo
saseru
sase
sase
saseru
saseru

sasere
sasero
saseyo
ukemi
reru
re
re
reru
reu
rere
rarero
rareru
rare
rere
rareru
rareru
rarere
rareyo
kanoo
jihatsu
sonkei
reru
re
re
reru
reru
rere
-
rareru
rare
rare
rareru
rareru
rarere
-
keiyooshikei
kiboo
tai
takaro
takatt, taku
tai
tai
takere
-
uchikeshi
nai
nakaro
nakatt,naku
nai
nai
nakere
-
suitei
rashii
-
rashikat
rashiku
rashii
rashii
rashikere
-
keiyoo-
dooshikei
yootai
sooda
soodaroo
soodatt,soode,sooni
sooda
soona
soonara
-
dantei
da
daro
datt
de
da
(na)
nara
-
tatoe, futashikana, dantei,reiji
yooda
yoodaro
yoodatt
yoode
yooni
yooda
yoona
yoonara
-
denbu
sooda
-
soode
sooda
-
-
-
tokushu
katsuyookei
kako, kanryoo
ta (da)
taro
-
ta
ta
tara
-
teineina dantei
desu
desho
deshi
desu
desu
-
-
uchikeshi
nu (n)
-
zu
nu (n)
nu (n)
ne
-
teinei
masu
mase
masho
mashi
masu
masu
masure
-
mukatsuyookei
shi, suiryoo
u
-
-
u
(u)
-
-
yoo
-
-
yo
(yoo)
-
-
uchikeshi suiryoo
mai
-
-
mai
(mai)
-
-


10.    Joshi (Patikel)
1)        Pengertian dan Karakteristik Joshi
Joshi adalah kelas yang termasuk fuzokugo (tidak dapat berdiri sendiri) yang akan menunjukan arti apabila sudah dipakai setelah kelas kata lain yang dapat berdiri sendiri (jiritsugo) sehingga membentuk sebuah bunsetsu atau bun.  Kelas kata Joshi tidak mengalami perubahan bentuk. Kelas kata yang dapat disisipi joshi diantaranya,  meishi, dooshi, i-keiyooshi, na-keiyooshi joshi dan sebagainya.
2)        Jenis-Jenis Joshi
Berdasarkan fungsinya, joshi dibagi memjadi empat
a.    Kakujoshi. Dipakai setelah nomina untuk menunjukan hubungan antara nomina tersebut dengan kata lain. Seperti, ga, no, o, ni, e, to, yori, kara, de, ya.
b.    Setsuzokujoshi. Joshi yang termasuk setsuzokujoshi dipakai setlah yoogen (dooshi,i-keiyooshi,na-keiyooshi) atau setelah jodooshi untuk melanjutkan kata –kata yang ada sebelumnya terhadap kata –kata yang ada di bagian berikutnya (ba, to, keredo, keredomo, ga, kara, shi, temo, te(de), nagara,tarai(dari), noni  dan node.
c.    Fukujoshi, dipakai setelah berbagai macam kata. Seperti kelas kata fukushi, fukujoshi, berkaitan erat dengan bagian kata berikutnya. Joshi yang termasuk kelompok ini diantatanya, wa, mo, koso, sae, demo, shika, made, bakari, dake , hodo, kurai(gurai), nado, nari, yara, ka, zutsu.
d.   Shuujoshi, umumnya dipakai setelah berbagai macam kata pada bagian akhir kalimat untuk menyatakan suatu pertanyaan, larangan, seruan, rasa haru. Misalnya, (ka, kashira, na, naa, zo, tomo, yo, ne, wa, no, sa).

D. Struktur Kalimat Bahasa Jepang
Ada enam macam hubungan antara sebuah bunsetsu dan bunsetsu lainnya pada sebuah kalimat, diantaranya:
1.         Hubungan Subjek-Predikat (Shugo-Jutsugo no Kankei)
Hubungan di atas merupakan hubungan subjek berupa bunsetsu yang menjadi jawaban dari pertanyaan nani ga, ‘apa’ menghadapi predikat berupa bunsetsu yang menjadi jawaban dari pertanyaan doo suru,’melakukan apa’ ,donna da ‘bagaimana’, nan da ‘apa’. Berarti, bunsetsu yang menjadi subjek dijelaskan oleh bunsetsu yang menjadi predikat. Contoh:
·      Beru ga naru. (dengan pola ‘nani ga’+doo suru)
·      Hana wa utsukushii. (dengan pola ‘nania+donna da)
·      Kore wa ringo desu. (dengan pola ‘nani’wa+nan da)
2.         Hubungan Yang Menerangka-Diterangkan (Shuushoku-Hishuushoku no Kankei)
Hubungan di atas merupakan hubungan sebuah bunsetsu secara jelas menerangkan atau menentukan bunsetsu berikutnya. Contoh:
·      ookii                  tsuki ga             mieru.
‘Bulan besar terlihat’
shuushokugo     hishuushokugo

                                                     
shugo


·      Hana ga kirei ni           saite  iru.
‘Bunga berkembang dengan indahnya.’
shuushokugo      hishuushokugo

                                             
jutsugo


·       Hana ga kirei ni     saite         utsukushii
shuushokugo   hishuushokugo   

‘Bunga berkembang dengan indahnya dan bagus.’
shuushokugo                 hishuushokugo




·      O


Bun
Bunsetsu yang menerangkan yoogen ( verba, ajektiva) yang memiliki fungsi abverbial disebut ren’yooshuushokugo, sedangkan bunsetsu yang menerangkan taigen (meishi) yang memiliki fungsi ajektival disebut rentaishuushokugo, misalnya:
Kirei na hana bira mo hidoku fukichirasareta.
Rentaishuushokugo                        ren’yooshuushokugo

3.         Hubungan Setara ( Taitoo no Kankei)
Yaitu hubungan dua bunsetsu atau lebih yang berada dalam shugo, jutsugo, shuushokugo dan lainnya yang berderet secara setara. Dimana tidak ada satu bagian yang lebih penting dari bagian lainnya. Meski urutan kalimat diubah, tidak akan mengubah makna kalimat (heiritsu no kankei).
Contoh:
a.      Hashi ya kishi ga mechamecha ni natta. (shugo)
Jembatan dan pinggiran sungai menjadi berantakan.
b.      Yama ga takakute kewashii.(jutsugo)
Gunung tinggi dan terjal
c.       Shizuka de   hiroi  heya datta. (rentaishuushokugo)
Kamar yang sepi dan besar
d.      Tsuyoku   tooku nageta. (ren’yooshuushokugo)
Melempar dengan keras dan jauh
4.         Hubungan Tambahan (Fuzoku no Kankei)
Bunsetsu pertama menyatakan makna utama, sedangkan bunsetsu berikutnya berafiliasi dengan bunsetsu  sebelumnya dan memberkan tambahan makna (hojo no kankei).
Contoh:
a.       Ame ga futte    iru. ‘Hujan turun’
b.      Kore o yonde   ageyou. ‘Akan membacakan ini’
c.       Shukoshi mo muzukashiku   nai. Sedikitpun tidak sulit.
d.      Oomizu de nagasarete shimatta. Terseret banjir
5.         Hubungan Konjugatif (Setsuzoku no Kankei)
Makna suatu bunsetsu menjadi sebab-sebab, persyaratan atau alasan lalu berhubungan dengan suatu bunsetsu atau kalimat secara keseluruhan pada bagian berikutnya.
Misalnya: 
·         Asa osoku kite mita keredo mada dare mo inakatta.
‘Pagi-pagi saya mencoba datang terlambat, tetapi belum ada siapa pun.’
·         Asa osoku kite mita. Shikashi mada dare mo inakatta.
‘Pagi-pagi saya mencoba datang terlambat. Tetapi, belum ada siapa-siapa.
6.         Hubungan Bebas ( Dokuritsu no Kankei)
Disebut hubungan bebas karena tidak ada hubungan langsung dengan bunsetsu yang lain dan merupakan hubungan yang longgar yang relative dipakai bebas. Biasanya dipakai kata-katanya yang menyatakan rasa haru, panggilan, jawaban atau saran.
Jika kata-kata dalam bahasa Jepang terdiri dari kata-kata yang menunjukan hubungan “menerangkan–diterangkan”, maka bagian yang “menerangkan” muncul lebih dulu.
Contoh:
·         Atarashii kuruma.
M         D
Struktur kalimat dalam bahasa dapat dibentuk dengan pola S-P atau S-O-P, apabila kalimat itu dilengkapi objek.
Contoh:
·         Watashi wa tabemashita
·         Watashi wa gohan o tabemashita.
Namun, dalam kehidupan sehari-hari sering kali orang Jepang tidak menggunakan struktur kalimat yang baku, ada sebuah atau beberapa bunsetsu yang dihilangkan, sehingga terjadi pemakain struktur yang tidak beraturan.

Hinshi - Kelas Kata dalam Bahasa Jepang

Setiap bahasa mempunyai kelas kata. Berikut daftar hinshi (kelas kata dalam bahasa Jepang).

NO.
KELAS KATA     
KETERANGAN
1.
名詞 
(meishi = kata benda = noun)
Sifat: 
1. tidak mengalami konjugasi (perubahan bentuk kata)
2. bisa digabung dengan kata benda lain dengan partikel ("no").
Contoh kata:
1. かお = kao = wajah
2. いろ = iro = warna
3. かおのいろ = kao no iro = warna wajah
2.
動詞 
(doushi = kata kerja = verb)
Sifat: 
1. mengalami konjugasi (perubahan bentuk kata)
2. bentuk dasar/kamus dari kata kerja selalu diakhiri dengan hiragana kolom ("u").
Contoh kata:
1. 読む = よむ = yomu = membaca
2. 書く = かく = kaku = menulis
3. 飛ぶ = とぶ = tobu = terbang
3.
形容詞
(keiyoushi = kata sifat berakhiran い "i" = -i adjective)
Sifat: 
1. mengalami konjugasi (perubahan bentuk kata)
2. bentuk dasar/kamusnya selalu diakhiri dengan hiragana kolom ("i").
Contoh kata:
1. 新しい = あたらしい= atarashii = baru
2. 高い = たかい  = takai = tinggi
3. 早い = はやい  = hayai = cepat.
4.
形容動詞
(keiyoudoushi = kata sifat -na "" = -na adjective)

Sifat: 
1. diakhiri dengan "da" (atau bentuk lain yang masih berhubungan dengan "da", termasuk  "na" jika keiyoudoushi diikuti oleh kata benda yang diterangkannya).
2. mengalami konjugasi (perubahan bentuk kata) layaknya perubahan ()"da".
Contoh kata:
1. きれいだ = きれいだ= kireida = cantik.
2.  元気だ= げんきだ = genkida = sehat. 
3.  静かだ= しずかだ = shizukada = tenang. 


jika dipakai untuk menerangkan kata benda, "da" menjadi "na",   contohnya sebagai berikut:

1. きれいな かお = kireina kao = cantik + wajah = wajah yang cantik
2. げんきな からだ = genkina karada = sehat + badan = badan yang sehat.
3. しずかな こころ = shizukana kokoro = tenang + hati = hati yang tenang.
5.
数詞
(suushi = kata untuk hitungan = counter)

Sifat: 
1. ekspresi untuk menyatakan hitungan.
2. tidak mengalami konjugasi (perubahan bentuk kata)
Contoh kata:
1. 一人 = ひとり= hitori = satu orang
2. 一つ = ひとつ  = hitotsu = satu
3. 三本 = さんぼん  = sanbon = tiga batang
6.
副詞
(fukushi = kata keterangan = adverb)

Sifat: 
1. digunakan di depan kata kerja dan kata sifat atau untuk memperkenalkan frasa tertentu.
2. tidak mengalami konjugasi (perubahan bentuk kata)
Contoh kata:
1. ちょっと  = chotto = sebentar
2. よく =  yoku = dengan baik
3. なかなか=  = nakanaka = dengan sangat
7.
連体詞
(rentaishi = penjelas kata benda)


Sifat: 
1. digunakan di depan kata benda.
2. tidak mengalami konjugasi (perubahan bentuk kata)
Contoh kata:
1. この;その;あの;どの  = kono; sono; ano; dono = yang ini; yang itu; yang itu (jauh di sana); yang mana
2. ここ;そこ;あそこ;どこ =  koko; soko; asoko; doko = di sini; di situ; di sana; di mana
3. いろんな=  = ironna = berbagai macam
8.
接続詞
(setsuzokushi = kata penghubung = conjunction)


Sifat: 
1. menghubungkan antarkalimat.
2. tidak mengalami konjugasi (perubahan bentuk kata)
Contoh kata:
1.   = -ba = ..... jika ...
2. けど =  kedo = ..., tetapi ...
3. だから=  dakara = ..., olah karena itu ...
9.
感動詞
(kandoushi = kata seru = interjection)


Sifat: 
1. terkadang mengekspresikan emosi.
2. tidak mengalami konjugasi (perubahan bentuk kata)
Contoh kata:
1. はい;いいえ  = hai; iie = ya; tidak
2. あのう =  anou = mmm, maaf
3. ええと =  = eeto = mmmm


Tidak ada komentar:

Posting Komentar